TRIBUNTRAVEL.COM - Gelaran tradisi Mubeng Beteng Keraton Yogyakarta malam 1 Sura ditiadakan.
Hal ini dikarenakan masih adanya pandemi Covid-19 dan diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4.
Melalui akun instagram resmi @kratonjogja, pihak Keraton Yogyakarta menyebutkan bahwa Mubeng Beteng memperingati Tahun Baru 1 Sura Alip 1955/ 1 Muharram 1443 H ditiadakan.
Baca juga: Harga Tiket Masuk De Mangol 2021, Tempat Kuliner Berkonsep Kekinian dengan Pemandangan Kota Jogja
Begitu jug dengan pelaksanaan Hajad Dalem Jamasan Pusaka Alip 1955 yang tertutup untuk umum.
Ini dilakukan guna meminimalisir penyebaran Covid-19 dengan mencegah terjadinya kerumunan.
"Sahabat, kami informasikan bahwa agenda Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng Memperingati Tahun Baru 1 Sura Alip 1955/1 Muharram 1443 H ditiadakan. Demikian juga dengan pelaksanaan Hajad Dalem Jamasan Pusaka Alip 1955 tertutup untuk umum," tulis akun @kratonjogja.
Mubeng Beteng merupakan tradisi lama yang bertujuan untuk menyambut awal tahun baru penanggalan Jawa 1 Sura atau 1 Muharam.
Tradisi ini biasanya dilakukan dengan Tapa Bisu mengelilingi Benteng Keraton Yogyakarta pada tengah malam hingga dini hari.
Dalam tradisi tersebut, peserta Mubeng Beteng tidak diperbolehkan berbicara sepatah kata saat mengikuti prosesi Tapa Bisu.
Baca juga: Rekomendasi 6 Tempat Makan Gudeg di Jogja yang Selalu Diburu Wisatawan
Baca juga: 12 Kuliner Malam di Jogja yang Selalu Ramai Pembeli, Ada Nasi Teri Gejayan hingga Nasi Goreng Papua
Sebelum adanya pandemi Covid-19 dan diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), peserta Mubeng Beteng berjalan kaki kurang lebih lima kilometer.
Biasanya dalam tradisi Mubeng Beteng diikuti oleh ribuan warga sekitar Yogyakarta bersama para abdi dalem keraton.
Mengutip Kompas.com, tradisi Mubeng Beteng ini dimulai dari Keben, di sekitar Bangsal Ponconiti Keraton Yogyakarta.
Setelah lonceng Kyai Brajanala di regol Keben dibunyikan sebanyak 12 kali, prosesi dimulai.
Para abdi dalem yang telah mengenakan pakaian Jawa tanpa keris membawa bendera Indonesia berserta panji-panji Keraton Yogyakarta.
Rombongan abdi dalem berada di depan lalu diikuti warga sekitar yang berada di belakang.