TRIBUNTRAVEL.COM - Sejak pandemi Covid-19, protokol kesehatan mencuci tangan pun digalakkan pemerintah berbagai negara.
Selain menggunakan sabun, mencuci tangan juga bisa memakai cairan pembersih tangan atau hand sanitizer.
Tak heran jika berbagai merek hand sanitizer banyak bermunculan di berbagai belahan dunia.
Berbeda dengan Indonesia dan negara-negara lain yang memakai hand sanitizer komersil, penduduk Turki justru memakai cara tradisional.
Penduduk Turki membersihkan tangan dengan sesuatu yang disebut kolonya.
Dalam bahasa Inggris, kolonya dapat diartikan sebagai cologne atau wewangian.
Baca juga: Bolehkah Bawa Hand Sanitizer ke Dalam Kabin Pesawat saat Pandemi Covid-19?
Melansir dari BBC Travel, kolonya telah menjadi simbol keramahtamahan (hospitality) dan kesehatan Turki sejak Kekaisaran Ottoman, dan seringkali digambarkan sebagai aroma nasional Turki.
Kolonya memiliki wangi manis dan lembut.
Secara tradisional, kolonya berupa gabungan bunga ara, melati, dan mawar atau jeruk.
Biasanya kolonya dipakai untuk menyambut tamu dengan meletakkannya di tangan saat memasuki rumah, hotel, atau rumah sakit.
Kolonya juga dberikan untuk tamu saat selesai makan di restoran atau saat berkumpul untuk ibadah.
Tidak seperti wewangian alami lainnya, kandungan alkohol yang tinggi dari ramuan etanol ini dapat membunuh lebih dari 80 persen kuman dan bertindak sebagai disinfektan tangan yang efektif.
"Kolonya efektif melindungi dari virus corona karena jika mengandung setidaknya 60 persen alkohol, maka virus akan rusak," kata Dr Hatira Topaklı, seorang dokter di Istanbul yang menjelaskan bahwa kebanyakan produk kolonya mengandung 80 persen alkohol.
Topaklı juga mencatat bahwa disinfektan komersial tidak begitu umum di Turki seperti di negara lain.
"Kolonya juga efektif karena merupakan sesuatu yang sudah dimiliki banyak orang dan merupakan bagian dari rutinitas sehari-hari. Mereka tidak perlu mempelajari cara baru untuk melindungi diri mereka dari virus ini," lanjut Topaklı, dikutip TribunTravel dari BBC Travel.
Dipromosikan pemerintah
Menteri Kesehatan Turki sempat mempromosikan kolonya sebagai penghalau virus corona pada Maret 2020 silam.
Sejak saat itu banyak apotek di Turki diserbu antrean pembeli yang ingin membeli kolonya.
Faktanya, sejak kasus virus corona pertama yang dikonfirmasi di Turki pada pertengahan Maret, beberapa produsen kolonya mengatakan bahwa penjualan mereka telah meningkat setidaknya lima kali lipat.
Untuk memenuhi permintaan kolonya yang melonjak, pemerintah Turki menghentikan penggunaan etanol dalam bensin untuk meningkatkan produksi kolonya dan disinfektan rumah tangga lainnya, khususnya untuk melawan virus corona.
Etanol digunakan dalam pembuatan kolonya bersama barley yang difermentasi, anggur, molase atau kentang dan dicampur dengan air.
Campuran tersebut kemudian diberi wewangian alami seperti magnolia, lemon atau rosemary.
Setelah itu dibiarkan selama tiga minggu masa pematangan sebelum dimasukkan ke dalam botol.
Sejarah kolonya
Jauh sebelum kolonya, masyarakat Turki memakai air mawar.
Seperti namanya, air mawar terbuat dari kelopak bunga mawar.
Dimulai pada abad ke-9, budaya di seluruh Jazirah Arab menggunakan air mawar untuk aromatik, kuliner, kecantikan, tujuan agama dan pengobatan, dilaporkan BBC Travel.
Sementara orang Persia, Mesir, dan Ottoman menggunakan air mawar untuk membersihkan diri dan menyambut tamu.
Pada abad ke-19, eau de cologne (wewangian alami yang sekarang lebih dikenal sebagai cologne) tersebar di sepanjang rute perdagangan dari Cologne, Jerman ke Kekaisaran Ottoman.
Ketika Sultan Ottoman Abdülhamit II pertama kali menemukannya, ia mengadaptasinya dengan memadukan tradisi air mawar dengan wewangian asing berbasis alkohol untuk menciptakan kolonya.
Dari segi bahan, tidak banyak perbedaan antara eau de cologne dan kolonya Turki.
Keduanya menggunakan rasio etanol dan essential oil yang kurang lebih sama dan seringkali menggunakan minyak jeruk seperti jeruk dan lemon.
Namun yang membuat kolonya begitu unik adalah cara penggunaannya, baik secara budaya maupun praktis.
Pada awal abad ke-20, popularitas kolonya melonjak, berkat ahli kimia muda asal Prancis yang bernama Jean Cesar Reboul.
Di Istanbul, Jean membuka salah satu apotek pertama Turki pada 1895, dan dengan muridnya, Kemal Müderrisoğlu, menciptakan penyuling kolonya paling ikonik di Turki, Atelier Rebul.
Kini Atelier Rebul masih menjual produk khas mereka, Rebul Lavanda, yang dibuat menggunakan lavender yang ditanam di taman Reboul.
Baca juga: 6 Tempat Wisata Gratis di Istanbul Turki, Grand Bazaar Sudah Ada Sejak 1461
Baca juga: Jangan Pernah Lakukan 4 hal Ini saat Liburan ke Turki, Perhatikan Apa Objek yang Kamu Potret
Baca juga: Viral di Medsos, Tangan Wanita Ini Iritasi Usai Pakai Hand Sanitizer yang Tersedia di Starbucks
Baca juga: Jangan Tinggalkan Hand Sanitizer di Dalam Kabin Mobil, Ini Bahayanya
Baca juga: 10 Fakta Istanbul, Satu-satunya Kota di Dunia yang Terletak di Benua Asia dan Eropa
(TribunTravel.com/Sinta Agustina)
Baca tanpa iklan