Tercatat batu Koh-i-Noor terlihat pada tahun 1628 saat ditempatkan di atas tahta penguasa Mughal Shah Jahan.
Beberapa waktu berselang, Aurangazeb yang adalah putra Shah Jahan memenjarakan ayahnya dalam sebuah kudeta, dan batu itu kembali berpindah tangan.
Pada 1739, pemerintahan Iran Nader Shah menyerbu dan membunuh puluhan ribu pasukan Mughal, termasuk merebut Koh-i-Noor, dan permata-permata lainnya.
Namun, Nader Shah kemudian justru dibunuh oleh 15 perwira dan bangsawan saat dia sedang tidur.
Memasuki abad ke-18, berlian tersebut sudah menjadi milik British East India Company.
British East India Company adalah sekelompok pengusaha Inggris yang meminta kepada Ratu Elizabeth I membuat sebuah piagam kerajaan yang memungkinkan mereka berlayar ke Hindia Timur atas nama kerajaan.
Sebagai balasannya, Inggris Raya mendapatkan monopoli perdagangan.
Para pedagang tersebut lantas menggalang dana dari uang mereka untuk membangun British East India Company demi mewujudkan ambisi tersebut.
Nah, di masa itulah terbentuk Treaty of Lahore, saat Maharaja Duleep Singh yang baru berusia 10 tahun menyerah kepada Kerajaan Inggris Raya.
Duleep Singh adalah satu-satunya pewaris di keluarga ayahnya yang masih hidup, sebab saudaranya yang lain tewas dibunuh.
Ratu Victoria yang menerima Koh-i-Noor dari Raja muda melalui keberadaan British East India Company menyadari kisah legendaris dalam batu tersebut.
Namun, Ratu kurang puas dengan penampakan batu tersebut.
Ia lalu meminta berlian itu dipotong dan dipoles menjadi batu 105 karat.
Ratu Victoria seperti tidak peduli dengan kutukan yang berada di balik batu Koh-i-Noor itu, dan terus memakainya.
Terlepas dari kepercayaan pada cerita kutukan tersebut, pada kenyataannya batu ini kemudian hanya dipakai oleh para perempuan di Kerajaan Inggris.