TRIBUNTRAVEL.COM - Kami tidak yakin mana yang lebih mengecewakan: tertangkap basah saat mencuri, atau mengetahui bahwa makanan yang dilihatnya tidak asli?
Pada 6 Januari sekitar jam 3:30 sore di Kota Saga, seorang pria berusia 62 tahun yang dilanda rasa lapar mengira sampel makanan plastik di jendela sebuah restoran adalah yang asli.
Dia memasuki restoran dengan pemikiran untuk menyambar makanan dari dalam etalase untuk dimakan, lapor soranews.
Seperti yang kamu tahu, sampel makanan plastik biasa ditemukan di restoran Jepang.
Sampel makanan plastik ini memungkinkan pengunjung untuk mengetahui isi makanan yang mungkin ingin mereka pesan di menu (dan bagus untuk pengunjung yang tidak bisa berbicara bahasa Jepang untuk sekadar menunjuk).
Agar adil, modelnya sangat realistis dan sering kali diatur secara artistik di jendela toko.
Bahkan ada kontes tahunan yang disponsori oleh pembuat makanan plastik terkemuka di Jepang.
Saat memasuki restoran, pria itu memperhatikan bahwa laci kasir terbuka, jadi dia memutuskan untuk mengubah taktik menjadi mencoba mencuri uang sebagai gantinya.
Namun, manajer restoran kemudian menangkap basah dia sedang beraksi.
Dia mencoba melarikan diri tetapi seorang pekerja menangkapnya tepat di luar pintu masuk dan dia ditangkap.
Pria itu mengaku mencoba mencuri uang itu, dan selama interogasi polisi diketahui jika pria itu tidak bekerja dan tidak punya uang.
Reaksi pengguna internet Jepang beragam:
"Saya tidak yakin apakah ini cerita lucu atau menyedihkan ..."
"Pembuat makanan dari plastik itu berdosa."
"Apakah ada yang benar-benar percaya bahwa dia mengira mereka nyata?"
"Jika saya menjadi dia, saya akan duduk untuk makan sesuatu dan kemudian berkata bahwa saya tidak punya uang dan ditangkap."
"Aku tidak bisa menganggap ini sebagai hal lain selain memilukan."
Viral di Twitter, Warna Sungai Kamogawa di Kyoto Jepang Berubah Jadi Merah Darah
Seperti banyak kota bersejarah lainnya, Kyoto terletak di sebelah sungai.
Sungai Kamogawa berada di sepanjang sisi timur dari pusat kota Kyoto, dan hampir setiap pengunjung ke kota menghabiskan setidaknya beberapa waktu berjalan-jalan di sekitarnya.
Biasanya, sungai terlihat bening seperti biasa.
Sampai Rabu (6/1/2021) lalu berubah warna, melansir dari soranews.
Sekira pukul 14.30, penduduk setempat mulai melaporkan jika warna sungai di lingkungan Kami Tobakanjinbashi-cho, tidak jauh dari Kuil Fushimi Inari, telah berubah menjadi merah darah.
Cairan berwarna merah ini ditemukan merembes ke saluran air dari pipa limbah, mewarnai saluran air selama beberapa puluh meter sebelum berkumpul di salah satu tepian.
Pejabat setempat tidak dapat menentukan dari mana warna merah darah itu berasal.
Untuk mengetahui asal muasal zat itu, mereka mengumpulkan sampel untuk pengujian laboratorium untuk menyelidiki susunan kimianya dan apakah itu berbahaya atau tidak.
Sumbernya juga masih belum diketahui, dan tidak ada kecelakaan atau penampakan sampah ilegal atau mayat hewan yang dilaporkan terjadi di daerah tersebut.
Dengan hasil lab yang belum diungkapkan hingga tulisan ini dibuat,beragam spekulasi bermunculan di media sosial Twitter.
"Yah, Sungai Kamogawa dulunya adalah tempat eksekusi, jadi ..."
"Bukankah ada cerita di The Kindaichi File Kasus di mana sungai berubah menjadi merah setelah pembunuhan? ”
Bukankah ini salah satu bencana yang diberitakan Musa akan terjadi?
“Putra sulung, larilah untuk hidupmu!”
"Saya tidak yakin apa yang terjadi, tapi saya pikir pertama-tama kita harus mendirikan patung Buddha, hanya untuk amannya."
Sampai berita ini diturunkan, penyelidikan tentang asal muasal warna merah darah pada sungai Kamogawa masih dilakukan.
Baca juga: 12 Fakta Unik Bunga Sakura di Jepang, Kelopak dan Daunnya Bisa Dimakan
Baca juga: Viral di Twitter, Warna Sungai Kamogawa di Kyoto Jepang Berubah Jadi Merah Darah
Baca juga: Ikuti Ritual Tahunan Berendam di Kolam Es, Masyarakat Jepang Berdoa Agar Pandemi Segera Berakhir
Baca juga: Menginap di Rumah Ninja Jepang dengan Pintu dan Lorong Tersembunyi
Baca juga: Daftar Negara dengan Paspor Terkuat di Dunia pada 2021, Jepang Peringkat Pertama
Ambar Purwaningrum/TribunTravel
Baca tanpa iklan