Delapan dari 14 puncak tertinggi dunia berada di Nepal, termasuk Everest, Kanchenjunga, Lhotse, Makalu, Cho Oyu, Dhaulagiri, Manaslu, dan Annapurna.
Tak heran jika perjalanan menuju basecamp atau mendaki gunung merupakan sumber pendapatan bagi Nepal.
Termasuk bagi sherpa, sebutan bagi pemandu dan porter Gunung Everest.
Sherpa tidak ada penghasilan
Kebijakan lockdown yang diterapkan Nepal membuat Gunung Everest turut ditutup pada Maret lalu.
Kebijakan ini membuat perokonomian masyarakat Nepal terancam.
Salah satu yang paling terdampak adalah sherpa.
Para sherpa mengatakan mereka menghadapi masalah yang rumit, yakni menghidupi keluarga mereka.
“Kami pergi ke gunung bukan karena kami mau, namun karena itu adalah pilihan satu-satunya bagi kami untuk bekerja,” kata seorang sherpa kepada AFP dikutip dari News.com.au.
Musim pendakian Gunung Everest yang dimulai pada awal April hingga akhir Mei, merupakan waktu sherpa mencari nafkah.
Dari hasil kerja dua bulan tersebut, mereka mampu memberi makan keluarga sepanjang tahun.
Sherpa biasanya mendapatkan penghasilan antara 5.000 - 10.000 dollar AS setara Rp 79-160 juta sepanjang musim pendakian Gunung Everest.
“Saya rasa semua orang menderita dari hal yang sama,” kata sherpa itu.
Dia juga menambahkan bahwa biasanya saat ini dia berada di Everest base camp dan bersiap bersama ratusan pendaki gunung untuk menunggu cuaca yang tepat menuju ke Puncak Everest.
Namche Bazzar sepi pendaki
Baca tanpa iklan