Kendati demikian, Indonesia AirAsia X menutup operasi terakhirnya pada awal 2019.
AirAsia Berhad memiliki 49 persen saham pada afiliasinya di Indonesia.
Hukum di Indonesia melarang bisnis asing untuk memiliki mayoritas maskapai penerbangan lokal.
Itu membuat bisnis terkemuka Indonesia, Fersindo Nusaperkasa, mengambil 51 persen saham Indonesia AirAsia.
Sebelum penurunan perjalanan, Indonesia AirAsia terbang ke sekitar 15 tujuan domestik dan enam internasional, dengan armada sekitar 30 pesawat Airbus A320-200.
Maskapai ini mencapai tingkat ketenaran pada tahun 2014 ketika sebuah Airbus A320 yang terbang dari Surabaya ke Singapura jatuh di Laut Jawa, menewaskan 162 penumpang dan awak di dalam penerbangan tersebut.
Kecelakaan itu kemudian dikaitkan dengan kesalahan pilot setelah kerusakan non-kritis dalam sistem kendali kemudi.
Insiden tersebut tidak berdampak apapun bagi reputasi Indonesia AirAsia dan keselamatan penerbangan sipil di Indonesia secara umum.
Masalah likuiditas serius yang sedang berlangsung di AirAsia
Masalah AirAsia tidak akan diselesaikan hanya dengan menutup cabangnya di Indonesia.
Mereka menghadapi krisis uang tunai yang serius.
Mereka memiliki tagihan langsung mendekati 500 juta dolar atau setara Rp 7.3 triliun.
Seperti yang ditunjukkan Lim Kian Onn, tidak ada uang untuk membayar tagihan.
Selama dekade berikutnya, ada sekitar 14 miliar dolar dalam kewajiban jatuh tempo, ini termasuk sewa pesawat, pembaharuan kontrak, pesanan baru, dan sejenisnya.
“Ada banyak lessor, ada juga yang sangat besar, kami telah berbicara dengan mereka selama dua bulan. Dapat dimengerti bahwa mereka semua kesal," kata Lim Kian Onn.