Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Makna Tradisi Nglawar dalam Perayaan Galungan Masyarakat Bali

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali.

TRIBUNTRAVEL.COM - Tradisi ngelawar erat dengan berbagai perayaan masyarakat Bali yang melibatkan berkumpul bersama teman dan keluarga, termasuk salah satunya adalah perayaan Galungan.

Lawar adalah makanan khas Bali yang biasanya berupa campuran sayuran dan daging cincang berbagai jenis yang direbus lalu dicampur dengan bumbu gede atau bumbu lengkap.

Di Bali ada tradisi membuat lawar dan memakannya bersama-sama yang disebut juga ngelawar.

Tradisi ini punya makna cukup dalam.

Makna ngelawar lebih dalam dari sekadar berkumpul bersama teman dan keluarga, tapi juga bermakna kedekatan, kebersamaan, dan kesetaraan antar-manusia yang berpartisipasi dalam lawar.

Tradisi ngelawar ternyata sudah ada sejak zaman kerajaan Bali.

Selain terbuat dari sayuran dan daging serta kulit hewan yang direbus dan diberi bumbu gede, lawar juga biasanya disertai dengan aneka sate, balung, dan daging lainnya.

Lawar dalam tradisi Bali biasa dilakukan ketika upacara Panca Yadnya sebagai persembahan dan juga untuk dimakan.

Untuk persembahan, peletakan lawar tak bisa sembarangan.

Lawar harus diletakkan sesuai arah mata angin.

Lawar putih diletakkan di arah timur untuk Dewa Iswara.

Lawar merah ada di arah selatan untuk Dewa Brahma.

Sementara lawar kuning diletakkan di arah berat untuk Dewa Mahadewa.

Kemudian lawar hitam atau jejeruk diletakkan di arah barat, Dewa Mahadewa.

Tradisi ngelawar (Instagram/i.putu.ariawan)

Lawar juga diletakkan di tengah dengan lima warna campuran.

Seluruh rangkaian ngelawar ini termuat dalam lontar dharma caruban.

Biasanya tradisi ini akan dipimpin oleh seorang ahli masak Bali.

Ahli masak ini harus pintar dan ahli dalam mengolah bumbu makanan.

Warna-warna lawar yang merepresentasikan lima dewa berbeda juga ternyata ada maknanya tersendiri.

Warna putih untuk lambang kesucian, merah lambang keberanian, kuning lambang kebijaksanaan, hitam lambang kasih sayang, dan warna campuran merepresentasikan persatuan atau terpusatkan.

Bumbu dan darah pada lawar

Lawar yang terbuat dari campuran daging dan sayuran ini tak hanya dibumbui secara biasa tapi harus diberi bumbu khas Bali.

Selain jadi elemen yang wajib ada di setiap upacara keagamaan, lawar juga bisa dengan mudah ditemukan dalam pura dan rumah masyarat Bali.

Juga di acara-acara semacam pernikahan, potong gigi, upacara kematian, dan lainnya.

Ciri khas dari lawar salah satunya adalah penggunaan darah mentah dari daging hewan yang dijadikan sebagai bahan dasar lawar.

Misalnya, jika daging yang digunakan dalam lawar adalah daging babi maka darah yang digunakan adalah darah babi.

Hal serupa berlaku jika lawar dibuat dari daging ayam atau daging hewan lainnya.

Jika beberapa masyarakat Bali sudah ngelawar, selanjutnya mereka pasti akan berpesta dan bersenang-senang.

Tradisi tersebut sudah sangat melekat pada orang Bali dan tidak dapat dilepaskan.

Tradisi megibung

Selain ngelawar, di beberapa daerah Bali seperti Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Bangli, ada juga tradisi memakan lawar dengan cara unik bernama megibung.

Megibung adalah cara memakan suatu makanan bersama-sama dengan menggunakan satu piring besar.

Pirin besar ini pun tak sembarangan, biasanya terbuat dari anyaman bambu dan beralaskan daun pisang.

Selain lawar, dalam piring besar tersebut juga terdapat aneka daging, sate, sayur, dan nasi putih.

Hidangan tersebut biasanya bisa dimakan oleh lima orang.

Mengenal Nyat Nyat, Metode Masak Khas Bali untuk Mengolah Aneka Daging

8 Kuliner Khas Bali yang Dihidangkan saat Perayaan Galungan

Resep Kue Celorot, Jajanan Tradisional Khas Bali yang Rasanya Manis dan Bentuknya Unik

Resep Inkigayo Sandwich Favorit Idol K-pop, Cocok untuk Menu Sarapan dan Bekal ke Kantor

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Ngelawar saat Galungan, Tradisi Sarat Kebersamaan Masyarakat Bali"