TRIBUNTRAVEL.COM - Tuak atau nira dari manggar pohon lontar kerap dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan arak khas Desa Les, Kabupaten Buleleng, Bali.
Meski begitu, ternyata tuak pohon lontar dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan gula khas Bali.
"Tuak ada dua jenis yaitu tuak manis dan tuak wayah (untuk arak)," kata Gede Yudiawan, pengrajin arak dan pemilik Warung Sunset Jero Mangku Dalam Suci.
Tuak manis disebutkan Gede dipanen (disadap) 2 x 24 jam untuk menghasilkan juruh atau gula khas Bali.
Gede mengatakan penyadapan dilakukan dua kali dalam sehari agar tuak tidak mengalami proses fermentasi yang terlalu banyak sehingga rasanya akan masih terasa manis.
Untuk media penyadapan, warga desa kerap menggunakan kulit pohon kesambi.
Sementara untuk pembuatan arak, penyadapan dilakukan hanya sekali dan media yang digunakan adalah serabut kelapa.
“Tuak manis ini direbus sampai kadar air dalam tuak itu menguap, sehingga sari tuak berubah menjadi karamel. Karamel inilah nantinya jadi juruh. Prosesnya sesederhana itu,” kata Gede.
Lama perebusan untuk menguapkan kadar air tuak manis pohon lontar hingga tersisa sarinya lebih kurang butuh tiga jam.
Apabila menggunakan cara tradisional, biasanya akan ada orang yang terus mengaduk air tuak manis secara manual.
Proses pengadukan tidak menggunakan mesin dan masih menggunakan pengaduk berbahan dasar kayu.
Pengadukan dilakukan agar tuak manis yang direbus tidak menggumpal dan tumpah.
Perebusan juga dilakukan menggunakan api dari kayu bakar.
Selesai direbus, biasanya hasil akhir akan didiamkan hingga sedikit dingin untuk mencegah wadah kemasan pecah atau meleleh.
“Nanti berubah jadi karamel yang namanya juruh. Tapi jangan terlalu lama didiamkan agar tidak mengkristal," kata Gede.
Juruh biasa dipakai untuk saus pancake atau pisang goreng.