Yap, di Solo, kuliner yang satu ini baru dijajakan di warung makan pinggir jalan setelah matahari terbenam. Ada juga pedagang bakmi jawa yang berkeliling dengan gerobaknya.
Ternyata alasan bakmi jawa baru dijual pada malam hari berhubungan dengan budaya masyarakat Solo, nih.
Menurut Bapak Heri Priyatmoko, masyarakat Solo memiliki kebiasaan terjaga sampai malam hari.
Ada tradisi dalam masyarakat Solo di mana malam hari justru jadi saatnya keluar untuk makan atau sekadar jajan.
Bapak Heri menjelaskan bahwa orang Solo banyak yang meyakini bahwa malam hari adalah saat yang tepat untuk berdiskusi, mencari inspirasi, mencari ide, atau menghasilkan karya seni.
Selain mencari hidangan makan malam, masyarakat Solo memiliki budaya mengobrol di angkringan pada malam hari.
Di Solo, angkringan ini disebut HIK atau singkatan dari Hidangan Istimewa Kampung.
Kebiasaan itu juga membuat penjual bakmi jawa menjajakan dagangannya saat malam tiba.
Disebut Bakmi Tek-Tek
Biasanya, pedangan bakmi jawa keliling membawa bilah bambu untuk dipukulkan, sehingga menghasilkan suara “tek..tek..tek”.
Karena bunyinya itu, bakmi jawa di Solo juga sering disebut dengan nama bakmi tek-tek.
Ini juga menjadi pembeda dengan bakmi madura yang memukulkan bambu dengan suara yang lebih berat, sehingga dikenal dengan nama bakmi duk-duk.
• Bakmi Gajah Jaya dan 5 Mi Ayam Enak di Semarang untuk Menu Makan Siang
• 5 Kuliner Dekat UPN Veteran Jakarta, Cicipi Enaknya Bakmi Jawa Godog Kang Bawor
• 6 Lokasi Fasilitas Rapid Test Lion Air Group di Kalimantan, Simak Waktu Pelayanannya
• Rekomendasi 7 Mi Ayam Enak di Semarang, Bakmi Gajah Jaya hingga Mi Ayam Level Mas No
Artikel ini telah tayang di Bobo.Grid.id dengan judul Bakmi Jawa di Solo Dijual pada Malam Hari, Mengapa Begitu, ya?