Namun ia berani mematok harga tinggi, yaitu Rp3.000,00 hingga Rp4.000,00 per kilonya.
Strategi ini dilakukan agar para petani tetap mau menanam salak meskipun saat ini harganya di pasaran sedang jatuh.
"Jadi mereka tetap dapat keuntungan, kebunnya pun tidak perlu dibabat," jelas Mawardi.
Mawardi menyebutkan, tidak ada perbedaan mencolok dalam bahan-bahan untuk membuat gudeg salak.
Semua bumbu masih sama dengan bumbu gudeg biasa.
Termasuk lembar daun jati untuk mengeluarkan warna khas gudeg.
Namun perbedaannya hanya terletak pada pengolahan salaknya.
Buah salak diolah sedemikian rupa hingga daging buahnya menjadi empuk dan mudah untuk dikonsumsi.
"Potongan-potongan buah salak kita rendam dalam air kapur selama 1 hingga 2 jam supaya kenyal," papar Mawardi.
Berkat inovasi yang tergolong unik ini, Desa Trimulyo Sleman berhasil memenangkan kompetisi kuliner antar desa wisata.
Gudeg Salak mampu mengalahkan 43 pesaing dalam kompetisi tersebut.
Selain Gudeg Salak, Pawon Pariyem yang dikelola oleh BUMDes Trimulyo menyajikan olahan salak lainnya.
Seperti pia salak, jenang salak, keripik salak, dan cocktail salak.
Sementara, satu minuman yang diunggulkan di Pawon Pariyem adalah Jaserlak (Jahe sereh salak).
Disajikan hangat dalam teko, minuman ini cocok dinikmati bersama gudeg salak.