TRIBUNTRAVEL.COM - Di Jogja, ada satu kuliner yang hanya ada saat bulan Ramadan dan perlahan menghilang setelah lebaran.
Kuliner tersebut bernama kicak, camilan manis yang legendaris dan hingga saat ini masih diminati oleh orang yang tinggal di Jogja.
Kicak pertama kali dibuat oleh Mbah Wono, seorang warga asli Kampung Kauman, di Jogja pada tahun 1950an.
Mbah Wono bekerja sebagai penjual makanan.
Meskipun pertama kali dibuat oleh Mbah Wono, namun tidak diketahui siapa yang memberi nama camilan tersebut dengan nama kicak.
• Rekomendasi 5 Kuliner Malam di Jogja, Ada Mi Ayam Grabyas Red Door hingga Nasi Rames Demangan
Kicak ini menjadi satu camilan yang populer di Kampung Kauman yang setiap bulan Ramadan disulap menjadi pasar dimana banyak orang berjualan menu takjil dan berbuka puasa.
Karena memiliki rasa yang manis dan lezat, kicak cocok menjadi hidangan saat berbuka puasa.
Kemudian, secara perlahan penggemar kicak pun bertambah banyak, bukan hanya masyarakat yang ada di Kampung Kauman.
Awalnya, kicak terbuat dari singkong yang diparut, kemudian di masak dan dicampurkan dengan bahan-bahan lain.
Biasanya kicak terbuat dari beras ketan yang ditumbuk, kemudian dicampur dengan gula pasir, parutan kelapa, dan potongan nangka.
Lalu ditambahkan daun pandan dan vanili agar aroma kicak menjadi lebih wangi.
Adonan kicak itu pun kemudian dibungkus dengan menggunakan daun pisang dan dikukus menggunakan kayu bakar.
Dengan demikian, kicak memiliki rasa manis yang dihasilkan dari ketan dan nangka dipadukan gurihnya parutan kelapa.
Tidak hanya itu, aromanya pun terasa sangat wangi, menjadi camilan yang sedap disantap saat berbuka puasa.
Tidak hanya Mbah Wono, banyak orang yang menjual kicak saat bulan Ramadan dengan kreasi versi mereka sendiri.