Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Sebelum Pandemi Covid-19, China Pernah Bayar Warganya untuk Ternak Tikus Bambu

Penulis: Ratna Widyawati
Editor: Sinta Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tikus bambu.

TRIBUNTRAVEL.COM - Sebelum pandemi Covid-19 mewabah, Pemerintah daerah di China telah mensubsidi petani untuk memelihara tikus bambu.

Tikus bambu menjadi satu makanan yang banyak dikonsumsi warga China.

Namun, sejak munculnya pandemi Covid-19, Pemerintah China pun melarang peternakan tikus bambu.

Mengutip Mirror.co.uk, Selasa (21/4/2020), sebelumnya diketahui bahwa Pemerintah China membayar petani untuk mengembangbiakkan tikus bambu.

Aksi Lucu Pasangan Asal Inggris Ciptakan Kembali Liburan yang Dibatalkan Saat Lockdown

Tujuan dari adanya ternak tikus bambu ini adalah sebagai satu langkah pemerintah China dalam mengentaskan kemiskinan.

Namun pada Februari,pihak berwenang di negara China mengisyaratkan bahwa konsumsi dan peternakan hewan liar akan dilarang secara sementara.

Kebijakan tersebut dilakukan menyusul adanya virus Corona yang berasal dari pasar basah di Kota Wuhan.

Meskipun sebagian besar peneliti menyebutkan jika trenggiling dan kelelawar adalah sumber dari strain Covid-19, namun ada satu ilmuwan yang menyarankan tikus bambu juga harus dilarang.

Tonton juga:

Disebut sebagai 'zhu shu' dalam bahasa Mandarin, tikus bambu memiliki pipi bundar yang berbeda dan cukup besar.

Seekor tikus bambu dewasa dapat memiliki berat lima kilogram dan tumbuh hingga 45 sentimeter.

Berat dan rasa khas dari tikus bambu telah menjadikan mereka punya tempat di jantung masakan China selama ribuan tahun.

Hewan pengerat tersebut adalah hidangan favorit di Dinasti Zhou, yang berjalan dari 1046 hingga 256BC, dan dikabarkan akan membantu meningkatkan fungsi limpa.

Tikus bambu menjadi populer pada 2018 dan mulai dikembangbiakkan.

Kepopuleran tikus bambu dimulai dari video resep yang menampilkan Nua Nong Brothers.

Olahan tikus bambu (Mirror.co.uk)

Video tersebut menginspirasi sebuah negara dan menjadi tren di Weibo '100 alasan untuk makan tikus bambu'.

Meningkatnya popularitas juga membuat nilainya melambung, di mana sepasang tikus bambu dijual dengan harga setara dengan 113 yuan (Rp 249 ribu).

Ketika Partai Komunis yang berkuasa mengerem pasar hewan liar di China, diperkirakan ada sekitar 25 juta tikus bambu yang dipelihara untuk dikonsumsi.

Menurut laporan China News Weekly, daerah di China yang memelihara lebih dari 18 juta tikus bambu berada di Guangzi.

Satu bulan sebelum industri berhenti, Dr Zhong Nanshan, ahli epidemiologi terkemuka China, memperingatkan bahwa pandemi Covid-19 itu mungkin terkait dengan tikus atau musang bambu.

Namun hingga saat ini belum ada bukti konkret yang menjelaskan bahwa tikus bambu menjadi penyebab munculnya virus Corona.

Sebelum adanya pandemi Covid-19, Kantor Penanggulangan Kemiskinan Guangxi telah meminta petani untuk menaikkan produksi tikus bambu.

Harga tikus bambu ini pun naik menjadi 120 yuan (Rp 264 ribu) jauh lebih mahal dibandingkan harga ayam yang hanya 15 yuan (Rp 33 ribu).

Diperkirakan  ada sebanyak 20.000 orang di China yang keluar dari garis kemiskinan dengan memelihara tikus bambu.

6 Benda Ini Sering Dikira Ditemukan Pertama Kali di Amerika Serikat, Cek Faktanya

Melihat 7 Keajaiban Dunia Lewat Tur Virtual, Ada Petra hingga Tembok Besar China

3 Kapal Pesiar Terakhir yang Masih Berlayar Saat Pandemi Covid-19 Akhirnya Bersandar

Kembali dari Ruang Angkasa, Astronot Ini Terkejut Lihat Kondisi Bumi yang Berbeda Akibat Covid-19

Sempat Dibuka, 600 Bioskop di Tiongkok Tutup Lagi Karena Khawatir Gelombang Kedua Virus Corona

(TribunTravel.com/Ratna Widyawati)