Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Fakta Unik Bakar Batu, Metode Masak Ala Papua yang Rumit

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nahere(42) melakukan ritual bakar batu laut (batu kapur) di desa Namata, Sabu Barat, Sabu Raijua, NTT, Selasa (9/9/2014). Pengunaan sarung tenun menjadi busana yang wajib digunakan dalam kegiatan-kegiatan ritual.

TRIBUNTRAVEL.COM - Papua dikenal sebagai masyarakat yang masih menjunjung tinggi tradisi adat turun temurun, tak terkecuali untuk metode memasak.

Ialah barapen atau bakar batu, salah satu metode masak ala Papua yang hingga kini masih sering dilakukan.

Cara barapen atau bakar batu ini merupakan ritual memasak bersama yang bertujuan untuk memanjatkan rasa syukur, bersilaturahmi dengan keluarga dan kerabat, menyambut kabar bahagia, atau mengumpulkan prajurit untuk berperang.

Salah satu orang yang masih sering menggunakan metode memasak seperti ini adalah Martince atau yang akrab disapa Mama Tien.

Tien adalah salah satu juru masak kuliner khas Papua dalam pameran Ragam Budaya Papua yang digelar di Plaza Sarinah.

Mengapa Tidak Ada Kuliner Khas Papua yang Digoreng? Ini Jawabannya

"Batu kali besar disusun. Lalu api dinyalakan. Batunya disusun rapi baru di atasnya ditata makanan yang mau dimasak, lalu ditimpa dengan batu lagi" jelas Mama Tien kala ditemui Kompas.com pada Kamis (5/12/2019).

Cara bakar batu masih menggunakan api yang dihasilkan oleh kayu.

Kayu yang sudah dikumpulkan kemudian dibakar.

Setelah itu ditumpuk dengan batu yang kemudian dimasukkan ke dalam lubang besar.

Lubang tersebut kemudian ditutupi dengan dedaunan kering untuk kembali dibakar.

Batu-batu berukuran besar tersebut ditumpuk dengan rapi.

Setelah itu, bahan makanan yang akan dimasak akan ditata di atasnya.

Seperti ikan, daging ayam, daging sapi, dan yang paling sering adalah daging babi.

Namun, sebelumnya, bahan tersebut dibungkus lebih dulu dengan daun talas atau daun pisang agar tidak kotor.

Selain daging, bahan makanan yang sering dibakar batu adalah keladi.

Bahan makanan itu kemudian ditimpa dengan batu hingga rapat, dan jika dirasa sudah matang baru diangkat.

 
Halaman
12