Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Ganjar Pranowo Ingin Eks Keraton Agung Sejagat Purworejo Jadi Tempat Wisata, Namanya Keraja-rajaan

Editor: Kurnia Yustiana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

"Maka saya bilang ini situsnya tetap aja, nanti diambil oleh desa," jelas Ganjar Pranowo.

"Terus saya kasih nama Keraja-rajaan. Kalau ada Keraja-rajaan, nanti orang bisa wisata, malah jadi tempat wisata menarik."

"Kita desainkan bagus, nanti orang yang datang boleh pakai baju itu," imbuhnya.

Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Sang Ratu, Fanni Aminadia. (Dok Istimewa via Kompas.com)

Pada wawancara itu, Ganjar juga menyebut, terdapat beberapa keinginan yang mungkin akan didapatkan ketika korban bergabung dengan Keraton Agung Sejagat.

Diketahui para pengikut yang menjadi korban, tergiur dengan bujuk rayu Totok dan Fanni yang menyebutkan akan memberikan gaji dalam bentuk mata uang dollar.

Tak hanya itu, para pengikut yang diminta untuk menyetorkan sejumlah uang akan mendapatkan satu jabatan tertentu.

Tiga harapan itu yakni ingin mendapatkan status sosial yang lebih tinggi hingga motif soal ekonomi.

Ganjar Pranowo juga mengatakan para korban mungkin tergiur dengan pekerjaan yang ada di dalam Kerajaan Keraton Agung Sejagat itu.

Para pengikut yang juga menjadi korban berharap dengan bergabung dengan Keraton Agung Sejagat akan menaikkan tingkatnya dalam bermasyarakat.

"Ada harapan baru yang mungkin dia inginkan, satu mungkin ada status sosial, dua motif ekonomi, tiga mungkin dia akan mendapatkan semacam pekerjaan yang ada di sana," terang Ganjar Pranowo.

"Sehingga, di masyarakat dia akan lebih terpandang, bisa jadi," imbuhnya.

Keramaian warga saat mengunjungi Kerajaan Keraton Agung Sejagat, pada Selasa (14/1/2020). (Permata Putra Sejati/Tribun Jateng)

Meski demikian, Ganjar Pranowo menyayangkan sejumlah masyarakat yang tertipu oleh Totok dan Fanni.

Ganjar Pranowo juga mengatakan seharusnya masyarakat dapat bertanya dengan instansi pemerintah terkait adanya kerajaan semacam itu.

"Tapi ini tentu karena literasinya rendah, karena tidak melakukan check dan recheck," jelas Ganjar.

"Tidak bertanya kepada kami mungkin pemerintah," lanjutnya.

Halaman
123