"Paling bagus buah di bulan Juli hingga Oktober. Kalau saat ini, tetap berbuah tapi kualitasnya sebagian kurang layak konsumsi,” kata Rio.
Rio sendiri memilih tak menjualnya ke pengunjung dan waktu yang tepat untuk memberikan rehat pada tanaman supaya pas berbuah lagi kualitasnya baik.
Semakin siang pengunjung kampung Anggur semakin ramai.
Lalu lalang di jalan kampung yang tak begitu lebar oleh puluhan pengunjung menjadikan kampung yang 9 tahun lalu sepi kini jadi ramai, apalagi di akhir pekan.
Dwi dan Maya adalah pengunjung kampung Anggur di kebun Rio siang itu.
Keduanya baru pertamakali berkunjung setelah mendapatkan informasi dari sebuah tayangan di media sosial.
Meski tak bisa membeli dan membawa pulang anggur di kebun Rio, Dwi mengaku rasa penasarannya sudah terobati.
"Penasaran saja awalnya, rumah saya di daerah Dlingo, ngga terlalu jauh dari sini. Tapi malah baru tahu sekarang, langsung ke sini, ternyata benar, bagus warga di sini memanfaatkan halaman rumah menjadi produktif," kata Dwi.
Memberi Edukasi Ke Pengunjung
Menyimak cerita Rio yang akhirnya bisa menularkan ilmu berkebun anggur ke pada warga sekitar, memang tak serta merta mulus.
Dimulai ketika ia menanam buah anggur lokal jenis isabela pada tahun 2010.
Berselang empat tahun kemudian, ia mulai mengganti pohon anggur tersebut dengan menanam anggur ninel yang berasal dari Ukraina.
Rupanya lambat laun usaha Rio mulai menampakkan hasil.
Sebagian warga mulai tertarik mengikuti jejak Rio dengan mendayagunakan halaman rumah masing masing untuk menanam pohon anggur.
Seiring berjalannya waktu kesuksesan Rio mulai diikuti warga lain hingga Dusun Plumbungan ini dikenal dengan sebutan Kampung Anggur.