“Ada kadang anaknya kepengen foto tapi tidak punya uang jadi orang tuanya tidak biarin foto. Tapi akhirnya saya bilang ‘sudah tidak apa-apa bu, saya juga tidak harus dibayar’ lalu anaknya bisa foto,” paparnya.
“Dukanya kalau sudah makeup lalu hujan dan pengunjung banyak yang pulang, ya saya nikmati saja kan memang ini pekerjaan seni juga. Kita harus bisa belajar menikmati,” jelasnya.
Cerita lain juga datang dari Haryat, pemeran tentara bambu runcing ini pernah diledek oleh anak-anak yang berkunjung.
Ia menerapkan prinsip ketika berperilaku ramah dengan pengunjung, pengunjung akan sering berkunjung lagi ke Kota Tua.
"Kita memperlakukan tamu dengan sopan santun, kita juga berharap dengan perlakuan baik mereka bisa ke Kota Tua lagi dan berkunjung ke sini lagi. Jadi mereka akan senang, jelasnya.
Di balik pekerjaan sebagai manusia patung atau patung hidup terdapat harapan mulia dari para pekerja seni ini.
Salah satunya agar pengunjung dapat terhibur dan bisa berkunjung ke Kota Tua untuk mempelajari sejarah Tanah Air.
Richak dan kawan-kawan berharap Kota Tua Jakarta semakin banyak dikunjungi wisatawan.
Tak cuma datang untuk berwisata tetapi juga mau belajar sejarah Indonesia. Di saat itu juga, mereka bisa menghibur wisatawan.
“Harapannya kota tua ini bisa dikunjungi lebih banyak orang, lebih banyak pengunjung yang datang dan bermain sekaligus belajar Indonesia,” jelas Richak si manusia silver.
• Tarif Sewa Sepeda Onthel di Kawasan Kota Tua Jakarta
• Ada Pelantikan Jokowi-Maruf Amin, Kota Tua Jakarta Sepi Wisatawan
• Daftar Tarif Sewa Sepeda Onthel di Taman Fatahillah Kota Tua
• Rekomendasi 5 Tempat Ngopi di Jakarta Barat, Kopi Kota Tua Punya Interior Zaman Kolonial
• Panduan Transportasi dari Jakarta ke Hoi An, Kota Tua nan Romantis di Vietnam
Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul Kisah Manusia Patung di Kota Tua Jakarta, Penuh Suka dan Duka
Baca tanpa iklan