Tusuk sate bekas pakai disusun di atas meja.
Beberapa di antaranya tidak disusun hingga menjadi bentuk persegi.
Namun, tusuk-tusuk sate ini disatukan dalam jumlah tertentu lalu dibuat berbaris.
Usut punya usut, kebiasaan di Blora adalah sate disajikan dalam piring penuh.
Jika di Jakarta atau kota-kota lain pada umumnya, sate biasanya diberikan dalam porsi berisi 10 tusuk sate.
Namun di Blora, pelanggan diberikan sepiring penuh berisi sate.
Lalu pelanggan bisa menikmati sate tersebut secara eceran.
• Hindari Kelebihan Bagasi, Wanita Ini Kenakan Pakaian Seberat 2,5 Kg
• 6 Resort dan Pantai Terbaik untuk Lokasi Pernikahan di Bali
Oleh karena itulah, tusuk sate tidak boleh dibuang.
Tusuk sate ini menjadi bukti berapa banyak jumlah sate yang sudah dimakan.
Agar tidak menyusahkan saat menghitung jumlah sate yang sudah dimakan, warga biasanya menyusun tusuk sate per 10 tusuk. Lalu menyusunnya dengan rapi agar mudah dihitung.
Walau begitu, kamu tidak perlu makan sate kelipatan sepuluh.
Karena pada akhirnya, pelanggan bebas makan satuan dan akan dihitung per tusuk, bukan per porsi.
Ini hanya salah satu keunikan dari sate khas Blora.
Penasaran keunikan apalagi dari hidangan ini?
Saatnya agendakan kunjungan ke Blora untuk berwisata kuliner.
• 9 Kuliner Khas Cianjur, Ada Sate Maranggi hingga Laksa
• Rekomendasi Kuliner Malam di Solo, Ada Sate Kere Yu Rebi hingga Gudeg Ceker Margoyudan
• 5 Sate Ayam Enak di Jakarta, Irisan Daging Besar, Empuk dan Bumbu Kacangnya Lembut
Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul Makan Sate Blora, Jangan Buang Tusuknya!