Weh Huweh di Demak menjadi menarik karena untuk memberi atau mengambil makanan tak harus ada si empunya rumah.
Makanan sudah disajikan di tempat yang terjangkau baik oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Jadi siapa pun bisa mengambil dan menaruh makanan sesuai keinginannya.
Di sinilah terlihat kejujuran, tidak ada yang saling mencurangi, misalnya hanya mengambil tanpa memberi.
Semua warga sudah yakin bahwa tradisi Weh huweh menjadi salah satu bekal untuk menuju Malam Seribu Bulan atau Lailatul Qodar.
“Tradisi Weh Huweh menjadi satu momentum silaturahmi, tak ada saling menjahati atau menyakiti, di sini silaturahim menjadi kembali tulus, saling memberi tanpa pamrih, tanpa memilih siapa yang disukai siapa yang tidak disukai,“ ujarnya.
Tradisi Weh Huweh juga menjadi sebuah ajang netralisir kepentingan.
Sebab di sini siapapun berhak memberi dan menerima makanan yang ada tanpa pembatasan kasta. Hanya kejujuran dan tenggang rasa yang mewarnai.
Keindahan ini lalu ditutup selepas maghrib dengan memulai itikaf di tempat-tempat ibadah untuk mencari berkah Ramadhan.
• Benarkah Mencuci Ayam Mentah dengan Air Berbahaya? Begini Penjelasannya
• Mulai Besok, Tarif Tiket Masuk Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Naik
• 4 Manfaat Konsumsi Kulit Apel Bagi Kesehatan
• Update Info Prakiraan Cuaca 33 Kota Besar Indonesia, Jumat 31 Mei 2019
• 5 Penyakit yang Harus Diwaspadai ketika Mudik
Artikel ini telah tayang di Intisari.grid.id dengan judul Tradisi Bertukar Sajian Jelang Lebaran di Demak, Saat 'Bumbu' Terlezat Makanan Berasal dari Kejujuran dan Tenggang Rasa
Baca tanpa iklan