TRIBUNTRAVEL.COM - Data kotak hitam pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh minggu lalu menunjukkan "kesamaan" dengan kecelakaan yang belum lama terjadi pada Lion Air di Indonesia dengan jenis pesawat yang sama.
Hal ini diungkapkan menteri transportasi Ethiopia, Dagmawit Moges, Minggu (17/3/2019).
Sementara waktu ia masih menolak memaparkan lebih rinci.
TONTON JUGA
• 5 Fakta Terkait Penemuan Kotak Hitam Lion Air, Butuh 1 Bulan untuk Mengungkapkan Data
Namun, Moges mengatakan kepada wartawan bahwa kesamaan tersebut akan menjadi "subjek penelitian lebih lanjut selama penyelidikan," dan laporan awal akan dirilis dalam 30 hari.
Pengumuman itu datang seminggu setelah penerbangan Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan ET 302 jatuh ke sebuah lapangan di tenggara Addis Ababa beberapa menit setelah lepas landas.
• Black Box Lion Air JT 610 Ditemukan, Inilah 8 Hal tentang Kotak Hitam yang Belum Banyak Diketahui
Kecelakaan Ethiopian Airlines menewaskan 157 orang di dalamnya.
Kecelakaan Ethiopian Airlines membuat keluarga di 35 negara berduka.
Bencana tersebut menyebabkan pesawat Boeing 737 MAX 8 di seluruh dunia dilarang terbang.
Dilansir AsiaOne, pihak regulator penerbangan melihat kesamaan dengan kecelakaan Lion Air 737 MAX 8 Indonesia Oktober tahun lalu yang menewaskan semua 189 penumpang dan awak.
Kedua pesawat dilaporkan mengalami kenaikan dan penurunan curam tak menentu serta kecepatan udara berfluktuasi tak lama setelah lepas landas, sebelum jatuh.
• Black Box Lion Air Ditemukan, Kenapa Kotak Hitam Pesawat Bisa Bertahan dari Kondisi Ekstrem?
Berbagai pertanyaan pun muncul pada sistem anti-stalling otomatis yang dikenalkan 737 MAX 8.
Sistem ini dirancang secara otomatis mengarahkan hidung pesawat ke bawah jika terjadi risiko kegagalan mesin.
Menurut perekam data penerbangan, pilot Lion Air Flight JT-610 berjuang mengendalikan pesawat ketika sistem anti-stalling, MCAS, secara otomatis berulang kali mendorong hidung pesawat ke bawah setelah lepas landas.
Saat ini kotak hitam Ethiopian Airlines ET-302 telah diserahkan ke badan keamanan udara BEA Perancis, yang bekerjasama dengan penyelidik Amerika dan Ethiopia untuk mencari titik permasalahan.