TRIBUNTRAVEL.COM - Ingin buang air kecil (BAK) saat sedang melakukan aktivitas penting atau berkendara mungkin terasa mengganggu.
Kebanyakan orang akan menahan kencing hingga menemukan toilet atau selesai menyelesaikan aktivitas.
Rasa ingin ke toilet tersebut terjadi berkat reseptor kecil di dinding kandung kemih.
• Wanita Ini Berhasil Selamat Setelah Terjebak 6 Hari di Gurun Hanya dengan Meminum Air Kencing
Reseptor tersebut mengirim sinyal ke otak ketika kandung kemih penuh.
Meski begitu, tubuh kita memiliki kontrol penuh atas fungsi kandung kemih.
Artinya, ketika perasaan ingin berkemih itu muncul, kita bisa memilih segera kencing atau menahannya.
Namun, jika kita memilih untuk menahannya, apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh?
Melansir dari Science Alert, Rabu (07/03/2018), dalam satu video SciShow, pembawa acara Michael Aranda menjelaskan bahwa ketika kita membuat keputusan untuk menahan kencing maka tutup tabung di kandung kemih akan menutup dengan erat.
• Hendak Terbang ke Jamaika, Penumpang British Airways Temukan Kursi Basah Karena Air Kencing
Tertutupnya kandung kemih ini akan menjaga urine tidak bocor melalui uretra.
Otot kecil tersebut memiliki kekuatan yang luar biasa karena bisa bekerja secara konsisten dalam jangka waktu lama.
Meski begitu, menahan kencing bukan tanpa risiko.
Sering menahan kencing dalam jangka waktu panjang bisa memunculkan risiko infeksi lebih tinggi.
Terus mehanan rasa ingin BAK bisa melemahkan otot kandung kemih.
Akibatnya, terjadi retensi urine atau kondisi yang mencegah kita mengosongkan kandung kemih sepenuhnya saat kencing.
Selain itu, menahan kencing dalam jangka waktu lama juga membuat tubuh terpapar bakteri yang mungkin membahayakan.
Itu membuat peluang terkena infeksi saluran kemih (ISK) menjadi lebih besar.
Kasus Ekstrem Kasus paling ekstrem yang berkaitan dengan menahan kencing dialami oleh astronom dan alkemis asal Denmark pada abad ke-16 Tycho Brahe.