Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Menelusuri Kisah Perjalanan Haji Era 1800-an, Diserang Perompak sampai Terjangkit Wabah Penyakit

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Para jemaah calon haji dipindahkan dari KM Ambulombo ke kapal tongkang untuk didaratkan. Perjalanan haji via laut berakhir pada 1979. Setelah itu, seluruh perjalanan haji hanya melalui jalur udara.

Hal itu menjadi syarat untuk mendapatkan paspor.

Syarat kedua, setelah jemaah haji kembali, ia harus menghadap Bupati lagi untuk menunjukkan bahwa dirinya telah ke Mekkah.

Jika tidak, akan dikenakan denda sebesar 25-100 gulden dan tidak diperbolehkan menyandang gelar haji.

Akan tetapi, kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh kolonial ini seringkali tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Calon jemaah haji kadang diberikan kelonggaran.

Perjalanan laut

Pada masa ini, berlayar dari Indonesia menuju Arab Saudi membutuhkan waktu sekitar enam bulan.

Kondisi jemaah calon haji dalam kapal sangat memprihatinkan karena mereka menggunakan kapal barang (kargo) bukan kapal penumpang.

Jemaah calon haji diberikan tempat khusus dalam ruang gudang (palka) dengan masing-masing berukuran 1-1,5 meter persegi.

Ratusan jemaah yang ditampung dalam satu kapal berdesak-desakan.

Penyediaan makanan dalam kapal terkadang juga menemui kendala.

Selain makanan dicuri oleh tukang masak, ada juga jemaah yang tidak mendapatkan makanan.

Oleh karena itu, banyak yang mengambil inisiatif masak sendiri.

Selain soal makanan, kondisi di lautan juga berpengaruh terhadap calon haji.

Risiko karam dan serangan perompak menjadi hal yang ditakutkan jemaah.

Pada 1893, kapal samoa yang dikontrak satu penyelenggara haji di Hindia Belanda, firma Herklots membawa 3.600 jemaah dan melebihi kapasitas kapal.

Halaman
123