Akibat perang dunia, distribusi tekstil sempat mengalami kesulitan hingga mengakibatkan kelangkaan.
Namun, Christian Dior berhasil membangkitkan dunia fashion Perancis pada masa pasca perang dengan tren baru yang disebut "new look".
Kebangkitan tersebut ditandai dengan munculnya tren rok A line atau rok dengan potongan kecil di bagian pinggang dan melebar di ke bawah untuk membuat kesan feminin dan elegan.
Pada awalnya, fashion ciptaan Dior ini cukup kontroversial karena membutuhkan banyak kain di tengah kelangkaan tekstil yang begitu tinggi.
Namun, Dior menanggapi kritik tersebut dengan sikap optimis.
Hingga kemudian, galeri ciptaan Dior ini mendapatkan banyak pesanan dan mampu mengembalikan Paris sebagai kota paling modis di dunia.
Pada abad ke-20 banyak desainer handal mulai muncul.
Sementara di Paris, desainer seperti Hubert de Givenchy dan Pierre Balmain berhasil mewarnai dan mempertahankan industri fashion di Perancis.
Kemudian muncul tingkat persaingan yang semakin signifikan dari Amerika Serikat dan Italia, di mana pada tahun 1951 pengusaha Giovanni Battista Giorgini mengatur sebuah pertunjukan yang mempromosikan karya desainer Italia.
Cara ini terbukti sangat sukses dan berfungsi untuk menjadikan negara ini sebagai pesaing mode yang hebat.
Tapi, mungkin tantangan paling berat bagi Perancis terjadi pada tahun 1960an.
'Budaya pemuda' berkembang pesat di London, dengan Mary Quant memimpin gerakan tersebut.
Quant adalah perancang Inggris yang turut mempopulerkan 'rok mini' yang dipuja oleh generasi muda dan berperan besar terhadap emansipasi serta kebebasan gender.
Ini merupakan prinsip dasar berbagai gerakan kontra budaya yang terjadi sepanjang dekade ini.
Karya Quant yang berani, cukup kontras dengan gaya berkelas dan model semi formal yang diproduksi di Paris dengan target pasar yang memang ditujukan untuk usia dewasa.