TRIBUNTRAVEL.COM - Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, menyimpan sebuah peninggalan bersejarah yang megah dan penuh filosofi.
Bangunan itu dikenal sebagai Rumah 100 Tiang, yang berdiri kokoh di Desa Sugih Waras, Kecamatan Teluk Gelam.
Baca juga: Wisata Gratis di Jantung Kota Palembang di Ilir Timur I, Palembang, Sumatera Selatan
Baca juga: 4 Tempat Wisata Terbaik di Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan untuk Liburan Akhir Pekan Keluarga
Hingga kini, rumah tradisional ini masih menjadi ikon budaya sekaligus saksi bisu perjalanan sejarah masyarakat setempat.
Sejarah Rumah 100 Tiang
Baca juga: Dusun Camp Riverside: Glamping Glamor di Pagar Alam, Sumatera Selatan, Segini Tarifnya
Rumah 100 Tiang dibangun pada abad ke-18, tepatnya pada masa kepemimpinan Pangeran Rejed, penguasa wilayah Sugihwaras dari marga Bengkulah.
Pembangunan rumah ini berawal dari syarat pernikahan putra Pangeran Rejed, Depati Malian, yang hendak meminang putri dari Pangeran Ismail, bangsawan dari Kayuagung.
Pangeran Ismail meminta syarat khusus agar putrinya ditempatkan di rumah yang layak.
Ia menginginkan sebuah bangunan besar berbahan kayu besi atau kayu unglen, dengan penyangga sebanyak seratus tiang.
Permintaan itu diterima oleh Pangeran Rejed, yang kemudian mendatangkan arsitek dari Cina dan Arab untuk mewujudkan rumah tersebut.
Namun pembangunan rumah tidak berjalan mulus.
Para arsitek kesulitan memenuhi permintaan detail ukiran yang diinginkan.
Ornamen rumah harus dikerjakan dengan teknik ukir timbul tiga dimensi hingga lukisan, yang memakan waktu lama.
Akibatnya, pembangunan sempat tertunda dan arsitek berganti-ganti hingga akhirnya rumah selesai dengan hasil yang tetap megah meski belum sepenuhnya sesuai keinginan awal.
Baca juga: Pesona Negeri di Atas Awan Bukit Gatan, Musi Rawas, Sumatera Selatan, Cek Juga Tiket Masuknya
Megah dengan Seratus Tiang Penyangga
Sesuai namanya, rumah ini ditopang oleh 100 tiang kayu yang kokoh.
Kayu yang digunakan merupakan jenis kayu onglen atau kayu besi, yang terkenal tahan lama dan kuat.
Keberadaan tiang-tiang ini menjadi ciri khas sekaligus simbol kekuatan dan kemegahan rumah adat di OKI.
Tidak hanya fungsional, tiang-tiang tersebut juga direncanakan untuk dihiasi ukiran bermotif khas, meski sebagian tidak terselesaikan karena keterbatasan tenaga ahli pada masa itu.
Meski demikian, rumah ini tetap menjadi kebanggaan karena berbeda dengan bangunan lain di sekitarnya.
Pusat Pemerintahan dan Pertemuan Bangsawan
Pada masanya, Rumah 100 Tiang tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga pusat kekuasaan marga Bengkulah.
Pertemuan penting para pangeran dan bahkan perundingan dengan pemerintah kolonial Belanda pernah digelar di rumah ini.
Beberapa ruangan di dalamnya dulunya dibatasi kain khusus untuk menunjukkan kasta dalam pertemuan para bangsawan.
Hal ini menegaskan bahwa rumah tersebut tidak hanya memiliki fungsi arsitektur, tetapi juga sosial dan politik.
Warisan Tujuh Keturunan
Kini, Rumah 100 Tiang masih berdiri dan dihuni oleh keturunan ketujuh Pangeran
Keaslian bangunan sebagian besar masih terjaga.
Perubahan hanya dilakukan pada bagian atap yang sudah rapuh dimakan usia.
Sementara ornamen kayu, ukiran, dan struktur utama tetap dipertahankan agar nilai sejarahnya tidak hilang.
Masyarakat sekitar menyebut kawasan ini sebagai Kampung Pangeran, karena hampir semua rumah di wilayah tersebut masih memiliki keterkaitan darah dengan keluarga bangsawan.
Keaslian bangunan rumah di kampung ini menjadi bukti nyata bagaimana tradisi arsitektur masa lalu terus dijaga hingga kini.
Baca juga: Kopi Serambi Khas Lahat, Sumatera Selatan Bisa Dibeli Online, Tersedia Robusta dan Arabika
Filosofi dan Nilai Budaya
Selain megah secara fisik, Rumah 100 Tiang menyimpan filosofi mendalam.
Jumlah tiang yang mencapai seratus buah melambangkan kekuatan, kebersamaan, dan kejayaan keluarga bangsawan pada masa itu.
Sementara pemilihan kayu onglen sebagai bahan utama mencerminkan niat untuk membangun sesuatu yang tahan lama, selaras dengan harapan pernikahan yang abadi.
Detail ornamen ukiran yang ada pada beberapa bagian rumah juga menggambarkan kehidupan masyarakat Sumatera Selatan di masa lalu.
Motif flora dan ukiran tiga dimensi menjadi bukti tingginya nilai seni dan budaya yang melekat dalam arsitektur tradisional.
Daya Tarik Wisata Sejarah di OKI
Bagi wisatawan yang datang ke Kabupaten Ogan Komering Ilir, Rumah 100 Tiang menjadi destinasi bersejarah yang sayang untuk dilewatkan.
Tidak hanya menyajikan keindahan arsitektur kayu tradisional, rumah ini juga membawa pengunjung pada perjalanan panjang sejarah bangsawan lokal.
Melihat langsung keanggunan rumah yang berusia lebih dari dua abad ini, memberikan pengalaman unik sekaligus wawasan baru tentang kekayaan budaya Sumatera Selatan.
Menjaga Warisan untuk Generasi Mendatang
Keberadaan Rumah 100 Tiang hingga kini adalah bukti nyata komitmen masyarakat dalam menjaga warisan leluhur.
Meski usia bangunan sudah sangat tua, semangat melestarikan nilai sejarah dan filosofi yang terkandung di dalamnya terus dijaga.
Bagi generasi muda, rumah ini bukan sekadar peninggalan arsitektur, tetapi simbol identitas budaya dan sejarah panjang perjalanan masyarakat OKI.
Rumah 100 Tiang adalah pengingat bahwa setiap warisan leluhur memiliki makna yang tak ternilai untuk dipelajari dan diwariskan kembali.
TribunTravel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.