Breaking News:

Mata Lokal Travel

Gedung Controleur dan Landraad di Siak Peninggalan Kolonial Belanda Direvitalisasi, Ini Sejarahnya

Gedung Controleur dan Landraad di Mempura, Siak, Riau yang merupakan bangunan bersejarah peninggalan Belanda kini telah direvitalisasi ini sejarahnya.

Dok Dinas PU Tarukim Siak
WISATA SEJARAH SIAK - Potret Gedung Landraad di Kabupaten Siak, Riau setelah direvitalisasi, Selasa (30/9/2025). 

TRIBUNTRAVEL.COM - Jejak kolonial Belanda dapat ditemukan di Kampung Benteng Hulu dan Benteng Hilir, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak.

Jejak kolonial tersebut berupa sejumlah bangunan semasa pemerintahan Hindia Belanda. 

Baca juga: Mengenal Masjid Agung An Nur, Salah Satu Masjid Termegah di Pekanbaru Kota, Pekanbaru , Riau

Baca juga: Itinerary Magelang 1 Hari: Bujet Rp 470 Ribu Berdua, Sunrise Punthuk Setumbu & Candi Borobudur

Bangunan-bangunan tersebut didirikan di tepian Sungai Siak.

Di Kampung Benteng Hulu terdapat bangunan Tangsi Belanda , sedangkan di Kampung Benteng Hilir ada gedung Controleur dan rumah Landraad

Sebelumnya, bangunan-bangunan itu terkesan terbiarkan menjadi bangunan tua yang menyeramkan.

Sejak 2018 Pemkab Siak mulai memugar atau merevitalisasi bangunan tersebut.

Tidak hanya itu, Pemkab Siak mempunyai komitmen untuk pelestariannya sebagai situs cagar budaya.

Jika Tangsi Belanda di kampung Benteng Hulu sudah banyak dibahas, maka kali ini kita mengenal bangunan Controleur dan Landraad di kampung Benteng Hilir.

Baca juga: Air Terjun Neraja, Permata Tersembunyi di Jemaja Timur Anambas Riau

Ahli Cagar Budaya Tingkat Pratama, Pemerhati dan Praktisi Sejarah Siak Budi Rahmad Ramadhan mengatakan, pada awalnya masyarakat hanya mengetahui bangunan itu hanyalah bangunan peninggalan  Belanda. Bagaimana fungsi dan kegunaannya nyaris tidak diketahui. 

“Sebelum-sebelumnya kita hanya tahu dari orang-orang tua, itu hanya bangunan peninggalan Belanda. Apa fungsinya dulu kita tak tahu,” kata Budi, Rabu (30/11/2022). 

2 dari 4 halaman

Budi kemudian berhasil menemukan data, ternyata bangunan Controleur adalah pesanggrahan ataupun rumah dinas pejabat pemeriksa pemerintahan Hindia Belanda. Kemudian ada bangunan Landraad, sesuai dengan artinya dari bahasa Belanda merupakan kantor Dewan Tanah. 

Berdasarkan Staatsblad Nomor 48 tanggal 27 Maret 1864 organisasi pemerintahan sipil di Siak terdiri dari seorang asisten residen dan dua orang pejabat controleur. 

Menurut Budi, bangunan controleur didirikan pada 1930. Hal itu berdasarkan surat dari Direktur BOW kepada gubernur Sumatera Timur di Medan, 21 Juli 1930 tentang persetujuan pembangunannya.  

“Berdasarkan cetak biru, bangunan controleur baru dibangun tahun 1937, itu ada di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI),” kata Budi.

Pemkab Siak sudah merevitalisasi kawasan Controleur dan Landraad tersebut.

Baca juga: 5 Wisata Alam Hits di Pangalengan Bandung Jawa Barat, Hamparan Kebun Teh hingga Hutan Pinus

Menurut Budi, revitalisasi merupakan amanat undang-undang yang harus dilakukan. Dasarnya tertuang dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya pasal 80 ayat (1) & (2), pasal 81 ayat (1) & (2) serta pasal 82.

“Kedua bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya dan kawasan tersebut telah pula ditetapkan dalam zonasi kolonial kota Pusaka Siak Sri Indrapura ,” kata dia.

Merevitalisasi, menurut Budi, hendaknya didahulukan dengan kegiatan penelitian yang melibatkan banyak pihak.

Tujuannya menghimpun semua data sejarah yang ada seperti cetak biru site plant, gambar denah dan situasi yang dibuat oleh departemen pekerjaan umum pada masa kolonial Belanda, mengingat bangunan tersebut merupakan bangunan tinggalan masa kolonial. 

“Penelitian dilakukan untuk menghimpun informasi serta mengungkap, memperdalam, dan menjelaskan nilai-nilai budaya dan untuk kepentingan meningkatkan informasi dan promosi Cagar Budaya,” kata dia.

3 dari 4 halaman

Revitalisasi potensi situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya juga mesti memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan lanskap budaya asli berdasarkan kajian.

Dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi tentang Cagar Budaya. 

Seperti  yang tertuang pada pasal 79 ayat (5) UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya bahwa penyelenggara penelitian menginformasikan dan mempublikasikan hasil penelitian kepada masyarakat. 

“Jadi jelas hasil dari penelitian sebelum revitalisasi harus dipublikasikan,” kata dia.

Ia mengatakan, kegiatan revitalisasi kawasan cagar budaya tidak boleh mengubah fungsi ruang baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.

Bangunan cagar budaya seperti gedung Landraad dan Controleur mempunyai nilai penting bagi semua orang.

Berdasarkan Undang-undang Cagar Budaya nomor 11 tahun 2010 BAB I pasal 1 ayat (1) mengatakan Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

“Sebelum ditetapkan sebagai cagar budaya sebelumnya tentu sudah melalui proses pengkajian dan memenuhi kriterianya,” kata dia. 

Kriterianya antara lain bangunan berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50  tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. 

Baik controleur maupun Landraad ataupun kawasan perkantoran lama di Kampung Benteng Hilir mempunyai arti khusus bagi sejarah kesultanan Siak pada masa kolonial.

4 dari 4 halaman

Hal tersebut menjadi bukti fisik bahwa ada penjajahan Belanda yang terselubung dalam program otonomi ratu Belanda. 

“Meskipun sistem pemerintahan di kesultanan ada namun tetap dikontrol oleh otoritas Belanda pada masa itu. Segala sesuatunya di Kesultanan harus mendapat persetujuan Belanda,” kata Budi.

Ia melanjutkan, pajak-pajak (Belasting) dinaikkan untuk kepentingan Belanda, pribumi-pribumi diangkat jadi pegawai oleh Belanda untuk dijadikan tameng mengutip Belasting tersebut. 

Pasca-proklamasi kemerdekaan, masa agresi militer Belanda II, 1946 -1950), menurut jurnal-jurnal Kolonel Hasan Basri, bangunan tersebut dimanfaatkan sebagai rumah dinas sementara bagi komandan-komandan TNI dan TKR yang bertugas melakukan perlawanan terhadap aksi pendudukan Kembali oleh Belanda. Itu terjadi sebelum Konferensi Meja Bundar (KMB).

Pasca-KMB tentang penyerahaan kedaulatan Republik Indonesia bangunan-bangunan dalam kawasan bersejarah Benteng Hilir dimanfaatkan sebagai perkantoran Pemerintahan Republik Indonesia.

Di antaranya adalah kantor Wedana, Kantor Pos, Kantor Kejaksaan dan lain-lain. 

Baca juga: Itinerary Bantul Jogja 1 Hari, Traveling Berdua Naik Motor Bujet Rp 280 Ribu

“Jadi jelas bahwa kedua bangunan itu sangat penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan penguatan kepribadian bangsa dan generasi penerus kita,” kata Budi.

Setelah kegiatan  revitalisasi selesai, Budi menyarankan agar dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan pemanfaatan.

Dalam hal ini bisa dikelola oleh Dinas Pariwisata Siak, bisa perorangan, organisasi atau komunitas dengan mengikut ketentuan tentang Cagar Budaya.

Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PU Tarukim Siak Ahmad Husin Siregar menerangkan, revitalisasi gedung  Controleur dan Landraad bertujuan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting dari cagar budaya dengan penyesuaian baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.

Revitalisasi gedung ini berguna untuk memunculkan potensinya yang dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi sebagai upaya untuk memvitalkan kembali bangunan cagar budaya yang dulunya pernah hidup.

“Tujuan melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia, meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya, memperkuat kepribadian bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional dapat tercapai,” kata dia. 

Menurutnya,  Landraad dan Gedung controleur dibangun sekitar tahun 1868, usia bangunannya saat ini sekitar 154 tahun.

Prinsip-prinsip dalam revitalisasi Cagar Budaya harus selalu berorientasi kepada aspek pelestariannya dan mempertahankan ciri budaya lokal. 

Gedung controleur memiliki luas 17,5 m x 9,6 m (168 m2) dan terdiri dari dinding-dinding berupa bata dengan ketebalan 20 cm, atapnya terbuat dari genteng tanah, pintu utama di muka teras berbentuk lengkung kubah yang diapit dua buah jendela lengkung kubah.

Pintu lainnya berdaun pintu ganda, setengah bagian atas kaca dan bagian bawah papan kayu. Daun jendela berbentuk jurasi, lantai berupa semen beton. 

Bangunan ini terdiri dari 5 ruangan yaitu ruang tengah, ruang depan samping kiri- kanan, dan ruang belakang samping kiri-kanan.

Rumah Landraad memiliki luas 10,2 m x 10 m (102 m2) dan terdiri dari dinding batu lepa dengan ketebalan 20 cm.

Bagian muka berupa dinding papan dan kaca, atapnya berupa genteng, lantainya berupa tegel belanda ukuran 20 x 20 cm. 

Bangunan ini terdiri dari 5 ruangan yaitu ruang tengah, ruang depan samping kiri-kanan, dan ruang belakang samping kiri-kanan, antara ruangan belakang samping kiri-kanan terdapat lorong untuk menuju bangunan belakang yaitu dapur berukuran 6,7 m x 6,2 m.

Berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 164/M/2018 tanggal 9 Juli 2018 telah ditetapkan Kawasan Cagar Budaya Pusat Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional.

Kawasan cagar budaya ini juga sudah sesuai dengan zonasi Kota Pusaka yang telah ditetapkan oleh Kementerian PUPR. 

Dinas PU-Tarukim sudah menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) melalui Peraturan Bupati Siak Nomor 14 Tahun 2020 tanggal 9 Maret 2020 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Pusaka Siak Sri Indrapura

Dinas PU-Tarukim  turut serta mempertahankan keberadaan dan nilainya melalui upaya pelestarian kondisi fisik cagar budaya. 

Khususnya pada tahap melindungi dengan cara terlibat dalam proses pemeliharaan, pemugaran dan perawatannya.
 
Biaya revitalisasi gedung Controleur lebih kurang Rp  1 miliar sedangkan biaya revitalisasi rumah Landraad termasuk landscape lebih kurang Rp 2,5 miliar.

Biaya revitalisasi ini bersumber dari dana APBD Kabupaten Siak

(TribunTravel.com)

Selanjutnya
Sumber: Tribun Travel
Tags:
MataLokalTravelRiauSiakMempuraGedung ControleurLandraad
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved