TRIBUNTRAVEL.COM - Di balik keindahan wastra Nusantara, terdapat tangan-tangan terampil yang bekerja dengan sepenuh hati.
Salah satunya adalah Ary Ardianna (58), perempuan asal Solo, Jawa Tengah, yang mendedikasikan hidupnya untuk melestarikan kain tradisional Indonesia melalui UMKM miliknya, TLENIK Arts.
Baca juga: Itinerary Honeymoon Malang 3 Hari 2 Malam dari Solo, Bujet Rp 1,6 Juta Nginap di Hotel Bintang 3

Berbasis di Kota Solo yang dikenal sebagai pusat budaya Jawa, TLENIK Arts hadir bukan sekadar menjual produk fashion, melainkan juga menyuarakan cinta pada budaya leluhur lewat busana berbahan kain lurik, batik, dan berbagai kain tradisional lainnya.
Baca juga: Itinerary Bandung 1 Hari dari Sumedang, Solo Traveling Seru dengan Bujet Rp 227 Ribu
Berawal dari Hobi, Menjadi Usaha Bermakna
Baca juga: Karya Aksara Jawa di Solo, Kerajinan Bernuansa Tradisi yang Cocok untuk Oleh-Oleh
Saat diwawancarai oleh Cenderaloka, Ary menceritakan bagaimana semuanya dimulai dari kecintaannya pada kain dan desain busana.
“Pertama-tama karena saya senang saja. Hobi. Suka bikin kain, dijahitin, saya pakai sendiri. Teman-teman tertarik, mereka beli. Dari situ mulainya,” kenang Ary.
Setelah menikah dan memutuskan berhenti dari pekerjaan kantoran, Ary mulai membuka usaha kecil-kecilan.
Ia memanfaatkan ruang kecil di tenant Rumah Sakit Panti Waluyo Solo untuk menjual karya-karyanya.
Tak disangka, produk yang awalnya dibuat untuk diri sendiri itu perlahan menarik perhatian banyak orang karena keunikannya.
Desain dari Sisa Kain, Jadi Karya Eksklusif
Satu ciri khas TLENIK Arts adalah penggunaan sisa-sisa kain untuk menciptakan busana unik dan penuh karakter.
Ary dengan teliti menggabungkan berbagai potongan kain menjadi sebuah desain baru yang otentik.
“Saya sambung-sambung. Saya kasih tahu ke penjahit, ini nanti ditambahin di sini, ini gabung ke situ. Jadi semuanya hasil pemikiran dan eksplorasi sendiri,” jelas Ary.
Prinsip Ary sangat jelas: jangan sampai ada dua pelanggan memakai baju yang sama.
“Saya jaga betul agar semua karya TLENIK Arts bersifat limited edition. Karena saya ingin pelanggan saya merasa istimewa,” katanya.
Baca juga: Itinerary Solo Trip Jogja dari Banyuwangi 3 Hari 2 Malam: Rp 876 Ribu Termasuk Kereta & Hotel

Proses Kreatif yang Total dan Personal
Kualitas menjadi kunci dari setiap karya Ary.
Semua tahapan dilakukan sendiri, mulai dari memilih bahan kain, menentukan pola, hingga mengombinasikan warna dan motif.
Pendekatan personal inilah yang menjadikan setiap produk memiliki nilai lebih.
“Sebelum saya jual, saya pastikan kualitasnya. Kalau tidak sesuai standar, saya perbaiki atau bahkan saya ganti,” ujar Ary dengan tegas.
Meski produksinya tidak dalam jumlah besar, Ary lebih memilih menjaga kualitas daripada mengejar kuantitas.
Baca juga: Itinerary Surabaya 1 Hari dari Lamongan, Solo Traveling Seru dengan Bujet Rp 205 Ribu
Misi Budaya Lewat Lurik
Sebagian besar karya Ary menggunakan kain lurik sebagai material utama.
Meskipun sempat dianggap “kuno” atau identik dengan golongan pekerja tertentu, Ary justru ingin mengangkat lurik ke tingkat yang lebih tinggi.
“Dulu banyak yang bilang, 'motifnya kayak tukang parkir'. Tapi saya jelaskan, lurik itu punya sejarah dan filosofi. Akhirnya mereka paham dan tertarik,” ungkapnya.
Dengan konsistensi dan edukasi, Ary berhasil mengubah persepsi masyarakat terhadap kain lurik.
Ia membuktikan bahwa kain ini bisa tampil modern dan elegan jika dipadukan dengan desain yang tepat.
Terbuka untuk Kolaborasi dan Terus Belajar
Meski telah bertahun-tahun menjalankan bisnis, Ary tetap rendah hati.
Ia mengaku masih belajar dan selalu terbuka untuk kolaborasi dengan sesama pelaku kerajinan.
“Kalau ada yang mau ajak kolaborasi, ayo. Saya senang belajar. Bahkan kalau ada teman produsen jumputan, saya ajak kerja sama. Kita saling bantu,” ujarnya.
Semangat kolaboratif ini menjadi kekuatan tambahan bagi TLENIK Arts, menjadikannya bukan sekadar brand, tapi juga wadah pertukaran ide dan kreativitas.

Tantangan di Balik Keindahan
Meski produknya disukai dan memiliki keunikan tersendiri, Ary tidak menutup mata pada tantangan besar dalam dunia UMKM, terutama soal pemasaran.
Ia mengaku cukup kesulitan mengurus promosi karena semua dikerjakan sendiri.
“Saya jualan cuma lewat Instagram dan ikut pameran. Pernah coba marketplace seperti Shopee, tapi saya nggak sanggup kejar-kejaran sistemnya,” katanya.
Keterbatasan tenaga dan waktu membuatnya memilih fokus pada platform yang lebih bisa ia kelola secara mandiri.
Pesan Ary untuk Generasi Muda
Ary juga menyampaikan harapannya kepada generasi muda agar tidak melupakan budaya wastra Indonesia.
Ia menekankan pentingnya belajar dan mengenal lebih dalam kain-kain tradisional.
“Belajar. Pelajari wastra itu apa. Bukan hanya ikut tren, tapi pahami prosesnya, hargai seninya. Jangan sampai warisan ini hilang,” pesannya.
Baginya, mengenalkan wastra ke generasi baru bukan hanya soal mempertahankan bisnis, tapi juga menjaga identitas budaya bangsa.
TLENIK Arts bukan sekadar usaha fashion, melainkan representasi cinta pada budaya lokal.
Lewat tangan Ary Ardianna, setiap potongan lurik dan sisa kain disulap menjadi karya penuh makna.
Ia tidak hanya menjahit bahan, tapi juga merajut cerita dan semangat pelestarian budaya dalam setiap jahitan.
Ary adalah bukti bahwa dari rumah dan dengan tangan sendiri, warisan leluhur bisa terus hidup—selama ada cinta, konsistensi, dan keberanian untuk berbeda.
(Cynthiap/Tribunshopping.com) (Ambar/TribunTravel)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.