TRIBUNTRAVEL.COM - Liburan ke Jepang pastinya seru.
Jepang menjadi satu destinasi yang tak dapat dilewatkan untuk liburan.
Baca juga: Unik! Lokasi Pembunuhan Samurai Terkenal di Jepang Berubah Jadi Tempat Karaoke

Baca juga: Suguhkan Vibes ala Jepang, Serunya Jelajahi Aki Koe-en di Cijeruk, Bogor Selatan, Bogor, Jawa Barat
Jepang menawarkan keindahan pemandangan dan pesona budaya yang bikin kamu penasaran.
Beragam hal menarik bisa kamu lakukan saat liburan di Jepang, lho.
Untuk pengalaman liburan yang unik, kamu bisa menguji keterampilan dengan mencoba menenun kain sutra di Jepang.
Melansir dari All About Japan, kain sutra diperkenalkan ke Jepang dari Tiongkok pada abad ketiga.
Baca juga: Jelajah Keindahan Tradisional Jepang di Distrik Geisha Tokyo, Ada Distrik Asakusa hingga Shinbashi
Baca juga: Lempeng Sagu, Makanan Khas Bengkalis Sejak Zaman Penjajahan Belanda dan Jepang
Sekitar satu abad kemudian, orang Jepang memelihara ulat sutra dan menenun sutra mereka sendiri.
Sementara ulat sutra dibudidayakan oleh banyak keluarga petani selama berabad-abad sebagai barang dagangan.
Kain yang lembut dan lentur ini penggunaannya sangat terbatas, hanya untuk kalangan kelas atas Jepang hingga pertengahan abad ke-19.
Rakyat jelata dilarang mengenakan kain sutra.
Namun ada pengecualian pada satu jenis kain sutra, yaitu sutra tsumugi.
Sutra tsumugi disebut sebagai sutra tenunan sendiri karena metode produksi dan tekstur yang dihasilkan sangat khas.
Sutra serat panjang biasa diproduksi dengan mengurai filamen halus dan panjang dari kepompong ulat sutra.
Ulat sutra yang direbus akan digulung menjadi benang sutra dan kemudian ditenun menjadi kain.
Pada dasarnya sutra tsumugi merupakan produk limbah, karena berasal dari kepompong yang pecah dan tidak dapat diurai.
Kepompong yang pecah direbus dan dihancurkan menjadi semacam benang yang menyerupai gumpalan kapas.
Benang kemudian dipintal dengan tangan dari benang ini dengan cara yang sama seperti dipintal dari serat serat pendek lainnya, seperti katun atau wol.
Benang sutra yang diproduksi dengan cara ini cenderung memiliki gumpalan, area yang menebal di mana serat pendek disatukan dengan tangan dalam proses pemintalan.
Gumpalan ini kadang-kadang muncul sebagai ketebalan kecil pada kain tenun akhir.
Ini mungkin menjadi alasan mengapa sutra tsumugi secara historis dapat diterima untuk digunakan oleh rakyat jelata dan kurang dapat diterima untuk digunakan oleh kelas atas.
Kini, "cacat" dianggap sebagai "fitur" dan sutra tsumugi sangat dianggap sebagai kain yang digunakan untuk pakaian ketika pemakainya ingin mengekspresikan individualitasnya, terutama dalam suasana informal.
Seringkali dalam memproduksi sutra tsumugi, benangnya diwarnai sebelum ditenun menjadi kain.
Pewarnaan benang secara berkala di sepanjang benang untuk menghasilkan pola setelah kain ditenun, hal ini disebuh metode kasuri yang sering digunakan dalam produksi tekstil Jepang.
Selama berabad-abad sutra tsumugi telah diproduksi di sebagian besar wilayah Jepang.
Namun, adanya modernisasi, kerajinan rakyat yang padat karya telah punah di banyak daerah.
Dua tempat yang terkenal saat ini karena terus memproduksi sutra tsumugi menggunakan metode tradisional adalah pulau Kumejima di Okinawa dan kota Yuki di Ibaraki.
Kumejima Tsumugi
Kumejima adalah pulau kecil sekitar 100 kilometer di sebelah barat pulau utama Okinawa.
Produksi sutra Tsumugi dimulai di sini pada paruh kedua abad ke-15.
Metode penggunaan kepompong sutra yang tidak berguna ini diperkenalkan dari Tiongkok sebagai bagian dari perdagangan antara Tiongkok dan Okinawa.
Kumejima Tsumugi telah mengalami kebangkitan selama beberapa dekade terakhir, seiring dengan generasi muda Okinawa yang mengambil tantangan untuk menjadi pengrajin tsumugi.
Secara tradisional, pengrajin khusus menangani setiap tahapan produksi tsumugi.
Seperti menyiapkan kepompong, memintal benang, memproduksi pewarna alami dari tanaman lokal, mewarnai benang, dan menenun kain.
Namun, pengrajin masa kini mempelajari semua tahapan proses produksi.
Setiap gulungan Kumejima Tsumugi dirancang dan diproduksi oleh satu pengrajin, sebuah proyek yang memakan waktu hampir satu tahun.
Memintal benang secukupnya dengan tangan untuk membuat segulung kain membutuhkan waktu sekitar tiga bulan.
Tak heran Kumejima Tsumugi sekarang menjadi produk mewah.
Pengunjung dapat mempelajari lebih lanjut di Paviliun Tenun Tsumugi yang memiliki studio di sisi timur Pulau Kumejima.
Paviliun ini memiliki video dan pajangan tentang proses produksi tsumugi serta toko yang menjual beragam barang yang terbuat dari tsumugi.
Ada kesempatan untuk mencoba beberapa tahap proses produksi.
Dalam waktu satu jam, pengunjung dapat mencoba mewarnai bandana katun dengan pewarna nabati tradisional dengan biaya ¥2.400.
Dalam waktu sekitar 30 menit, Anda dapat duduk di alat tenun tradisional dan menenun tatakan gelas menggunakan benang tsumugi dengan biaya ¥2.200.
Yuki Tsumugi
Daerah lain di mana produksi tsumugi berkembang pesat adalah kota Yuki di Prefektur Ibaraki, sekitar 100 km di timur laut Tokyo.
Meskipun beberapa orang berpendapat bahwa sutra tsumugi telah diproduksi di sini selama hampir 2.000 tahun, tampaknya kemungkinan besar produksi tsumugi dimulai di Yuki sekitar waktu yang sama seperti di Kumejima.
Nama Yuki Tsumugi mulai digunakan pada awal abad ke-17.
Metode produksi Yuki Tsumugi diakui oleh UNESCO pada tahun 2010 sebagai Warisan Budaya Takbenda.
Ditenun dengan cara yang paling tradisional menggunakan alat tenun belakang.
Cara menenun ini membutuhkan waktu yang lama, tetapi hasil akhirnya kain menjadi lembut, tahan lama, dan anti kusut.
Dikatakan bahwa kain akan menjadi lebih lembut seiring bertambahnya usia.
Tsumugi no Yakata di Yuki merupakan sebuah kompleks bangunan yang sebagian besar dibangun pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Bangunan ini ditujukan untuk mempromosikan produksi dan apresiasi Yuki Tsumugi.
Di antara bangunan-bangunan tersebut terdapat studio yang didedikasikan untuk berbagai tahap produksi tsumugi.
Seperti, museum kecil, galeri yang memamerkan gulungan yuki tsumugi dalam berbagai warna, desain, dan berat kain, dan tentunya sebuah toko.
Tak hanya itu, kompleks ini juga menawarkan kursus pelatihan untuk calon pengrajin lho.
Kompleks ini buka dari hari Kamis hingga Senin pukul 10:00 hingga 16:00
Sedangkan saat akhir pekan dan hari libur nasional buka pukul 17:00.
Mirip dengan Paviliun Kumejima, pengunjung dapat merasakan tahap produksi pewarnaan atau penenunan.
Menenun tatakan gelas memakan waktu sekitar 30 menit dan biayanya ¥2.200.
Ada beragam item yang dapat dipilih pengunjung untuk pengalaman mewarnai, biayanya pun bervariasi.
Sutra Tsumugi telah menjadi barang kerajinan rakyat mewah yang sangat dihargai oleh banyak orang karena warnanya, teksturnya, dan daya tahannya.
Pemeriksaan cermat terhadap cara produksi dan kualitas produk akhir akan mengungkap alasannya.
(TribunTravel.com/VionaSebastianNolani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.