TRIBUNTRAVEL.COM - Maskapai penerbangan Peru, Lineas Aereas Nacionales Sociedad Anonima (LANSA), memiliki sejarah yang sedikit kelam.
Serangkaian kecelakaan membuat reputasi dan armadanya menyusut secara signifikan.
Puncaknya terjadi pada Desember 1971, dengan maskapai yang hanya memiliki sisa satu pesawat.
Pesawat tersebut berjenis turboprop Lockheed L-188A 'Electra', yang memiliki registrasi OB-R-941.
Baca juga: Nekat, Seorang Pria Buka Pintu Darurat dan Berjalan di Sayap Pesawat
Menurut data dari ATDB.aero, kala itu usia pesawat baru 12 tahun setelah memulai layanan di bawah naungan maskapai Branif pada Agustus 1959.
Pesawat kemudian bergabung dengan LANSA pada mei 1970.

Sayangnya pada 24 Desember 1971, pesawat satu-satunya milik LANSA tersebut mengalami kecelakaan dan menyebabkan berakhirnya operasional maskapai.
Pesawat terdaftar untuk mengoperasikan penerbangan LANSA 508, yang berangkat dari Bandara Internasional Jorge Chávez Lima (LIM) dengan tujuan Bandara Internasional Iquitos (IQT), di timur laut Peru.
Pesawat juga dijadwalkan transit di Bandara Internasional Captain Rolden (PCL) Pucallpa.
Baca juga: Kisah Pilot Wanita yang Dijuluki Penyihir Malam, Tak Pernah Meleset saat Jatuhkan Bom
Jaringan Keselamatan Penerbangan mencatat bahwa ada 92 orang di dalamnya, terdiri dari 86 penumpang dan 6 awak.
Melansir laman Simple Flying, Minggu (8/5/2022), bencana terjadi pada penerbangan pertama saat menghadapi area badai petir dan turbulensi kuat sekira 40 menit dalam perjalanan.
Pada titik ini, pesawat sedang mengudara di ketinggian sekitar 21.000 kaki atau 6.400 meter di atas permukaan laut.
Para awak memilih untuk melanjutkan penerbangan mereka melalui kondisi tersebut, dilaporkan karena berada di bawah tekanan untuk memenuhi jadwal Natal yang sibuk.
Namun, keputusan melanjutkan penerbangan terbukti fatal, lantaran pesawat disambar petir dengan konsekuensi yang membawa petaka.

Baca juga: Kisah Dua Anak yang Hilang 4 Minggu di Hutan, Bertahan Hidup dengan Minum Air Hujan
Sambaran petir menyebabkan sayap kanan pesawat terbakar, dan akhirnya terpisah dari bagian pesawat lainnya.
Saat menuju hutan hujan Amazon, ketinggian pesawat anjlok dan kegagalan struktural menyebabkan kehancuran pesawat lebih lanjut.
Pesawat yang terbakar akhirnya jatuh di pegunungan, dengan benturan keras yang menewaskan semua kecuali satu penumpangnya.
Belakangan diketahui bahwa ada 14 korban yang awalnya selamat, namun meninggal sebelum sempat ditemukan oleh tim evakuasi.
Satu-satunya penumpang yang selamat tersebut bernama Juliane Koepcke, saat itu berusia 17 tahun.
Meski selamat dari kecelakaan maut, cobaan beratnya belum berakhir begitu saja.
Banyak orang penasaran bagaimana Koepcke selamat dari jatuhnya pesawat dengan ketinggian yang begitu tinggi.
Beberapa faktor telah dipertimbangkan, seperti fakta bahwa dia tetap terikat di kursinya, dengan kursi yang berdekatan memperlambat proses Koepcke jatuh karena tetap terpasang.
Baca juga: Kisah Pilot Isolasi Mandiri 189 Hari Sepanjang 2021, Sampai Dijuluki Raja Karantina
Selain itu, angin ke atas yang kencang dan dedaunan lebat hutan hujan juga dianggap telah memperlambat proses jatuhnya dan sedikit meredam dampak benturan.
Koepcke masih mengalami cedera serius, tetapi berhasil bertahan hidup sendirian di hutan selama lebih dari seminggu.
Setelah mengikuti sungai ke perkemahan, pekerja lokal akhirnya menemukannya dan dapat memberikan pertolongan pertama sebelum membawanya kembali ke peradaban.
Koepcke tumbuh menjadi seorang ahli mamalia, dan sekarang ia dikenal dengan nama pernikahannya, Juliane Diller.
Guinness World Records mendaftarkan LANSA 508 sebagai kecelakaan pesawat paling mematikan yang disebabkan oleh sambaran petir dalam penerbangan.
Tak lama setelah tragedi maut, maskapai langsung menghentikan operasionalnya.
Baca juga: Kisah Tragis Penerbangan Aeroflot 6502, Pesawat yang Jadi Taruhan Pilot hingga Berujung Maut
Baca juga: Kisah Pramugari Ikutan Miss Universe 2021, Sabet Gelar Kostum Nasional Terbaik
(TribunTravel.com/Mym)
Baca selengkapnya soal artikel penerbangan di sini.