TRIBUNTRAVEL.COM - Berbeda dengan pasar pada umumnya, Pasar Ciplukan Karanganya menggunakan koin kayu sebagai alat pembayarannya.
Pasar Ciplukan berlokasi di Lembah Dongde, Dusun Mlilir, Desa Gentungan, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Tempat yang merupakan destinasi wisata jajanan tempo dulu ini telah dibuka sejak 17 Agustus 2020.
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Situ Gede, Destinasi Favorit untuk Menikmati Suasana Sore Hari di Bogor
Pasar yang tawarkan suasana rindang nan asri dengan rimbunnya pepohonan hijau ini menyajikan aneka jajanan tempi dulu.
Mulai dari cenil, tiwul, sate keong, hingga kue apem.
Menurut laporan wartawan TribunSolo, Muhammad Irfan Al Amin, Ketua Wisata Lembah Dongde Mulyono menyebutkan bahwa pasar ini berdiri di tengah pandemi Covid-19.

"Pasar ini berdiri di tengah pandemi Covid-19, kami harap dengan semangat 17an pasar ini bisa eksis di tengah keterbatasan," ungkapnya kepada TribunSolo pada Minggu (7/3/2021).
Mulyono menjelaskan penggunaan nama 'ciplukan' pada nama pasar sebagai bentuk pengingat bahwa buah tersebut sempat viral di era 90an dan di awal 2000 an.
"Masa kecil anak desa zaman dulu kan sangat lekat dengan ciplukan," kenangnya.
"Dulu banyak di ladang, sekarang sudah mulai berkurang dan kami ingin mengingatnya kembali dengan menjadikannya sebagai nama pasar," kisahnya.
Selain nama pasarnya yang unik, di pasar ini para pembeli dan pedagang bertransaksi menggunakan alat tukar koin kayu yang telah disediakan pihak pengelola.
"Setiap koin kami hargai Rp 2 ribu," jelasnya.

Selain jajanan, ada juga mainan yang terbuat dari kayu yang bisa dibeli pengunjung.
Irfan menyebutkan, bahwa pengunjung Pasar Ciplukan tidak hanya berasal dari warga setempat melainkan wisatawan asal Soloraya juga banyak yang berkunjung.
Pasar Ciplukan ini hanya dibuka setiap hari Minggu dengan jam operasional mulai pukul 07.00 hingga selesai.
Tonton juga:
Ia juga mengungkapkan, meski dibuka selama masa pandemi COVID-19, sejumlah protokol kesehatan juga diberlakukan di sini.
Mulai dari pengecekan suhu tubuh, menyediakan tempat cuci tangan hingga imbaun untuk mengenakn masker.
Seporsi Cuma Rp 1.000, Warung Soto di Karanganyar Ramai Diserbu Pembeli
Dikutip dari TribunSolo, warung soto tersebut terletak di belakang Pabrik Gula Tasikmadu.
Tepatnya di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Dusun Nglande, Desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Pemilik warung soto tersebut, Dwiningsih (45) menceritakan kisahnya membangun warung tersebut.
Dia memulai sejak 2012, sampai saat ini sudah 9 tahun dia berjualan dan tidak pernah menurunkan harga.

Awalnya, warung tersebut dia rintis bersama rekan-rekan pengajiannya.
"Awalnya saya dan teman-teman membuka warung soto tapi harganya murah," kata Dwi kepada TribunSolo pada Kamis (4/3/2021).
Ternyata, perkembangan warung tersebut semakin baik dari waktu ke waktu.
Dwi juga bisa mengajak rekannya untuk bekerja bersama.
"Teman-teman yang belum punya pekerjaan saya ajak bergabung," ujarnya.
Dwi menegaskan, soal kualias dan rasa, walaupun harganya murah namun tidak murahan.
Minyak goreng, daging ayam, sampai bahan soto lainnya dipilih dengan cermat.
"Untuk beli ayam saja saya ambil dari teman kelompok pengajian," ungkapnya.
"Supaya saya tahu bahwa itu disembelih dengan cara yang halal," lanjut Dwi.
Cara kerja menjaga kualitas tersebut tidak pernah dia longgarkan.
"Saya malu kalau jual barang murahan, cukup harganya yang murah, kualitasnya jangan," kisahnya.
Dia mengatakan, dalam sehari bisa menghabiskan 50 kilogram beras dari pukul 06.00 WIB hingga 22.00 WIB.
Sampai saat ini dia belum memiliki rencana untuk menaikan harga.
Saat TribunSolo mampir ke warung tersebut, dengan berbekal Rp 5 ribu, sudah bisa mendapatkan satu mangkuk soto, 4 buah gorengan dan segelas es teh.
Dwi menjelaskan, bahwa usahanya telah dirintis sejak tahun 2012 lalu.
"Sudah saya mulai sejak tahun 2012, dan Alhamdulillah tidak pernah naik hingga sekarang," katanya.
Dirinya sengaja memberi harga murah agar warga sekitarnya memiliki varian pilihan jajanan dengan harga rendah namun tetap berkualitas.
"Kalau soto harga 4-5 ribu mungkin masih banyak, tapi kalau seribu mungkin saat ini saya sendirian," ujarnya.
Seperti yang Dwi jelaskan, semangkuk soto miliknya memang tak terasa murahan.
Kaldu daging sapi pada kuah soto masih terasa kuat.
Suwiran ayamnya juga masih cukup banyak, ditambah gorengan yang dihadirkan selalu diperbaharui sehingga akan tetap tersedia kehangatan untuk teman makan soto.
"Saya sengaja jaga kualitas, buat minyak goreng saja saya beli yang kemasan bukan jerigen," ungkapnya.
Meski harga murah, Dwi tak pernah merasa rugi yang terpenting dirinya bisa membantu warga sekitar dengan memberi lapangan kerja dan jajanan murah.
"Kita nyari berkah," tutupnya.
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Penumpang Nekat Buka Pintu Darurat, Penerbangan Wings Air Ditunda
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Seni Pertunjukan Bisa Kembali Digelar Selama Masa Pandemi, Ini Ketentuannya
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Bis Kota, Kopi Legendaris Asal Jatinegara yang Berdiri Sejak 1939
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Serunya Berlibur ke Pantai Mentigi, Pantai Pribadi dengan Panorama Eksotis Lombok
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Berburu Sate Klathak Mak Adi yang Legendaris, Seporsi Cuma Rp 20 Ribu
(TribunTravel.com/Ratna Widyawati)