TRIBUNTRAVEL.COM - Suku Inca hidup beberapa ratus tahun yang lalu di Pegunungan Andes, dataran Amerika.
Mengingat kawasan tersebut terdiri dari bukit-bukit dan lembah, penduduk suku Inca harus membuat jembatan gantung untuk menyeberangi lembah.
Jembatan yang dibuat suku Inca sangatlah unik, karena terbuat dari anyaman rumput.
Namun, jembatan tersebut hanya bisa bertahan selama satu tahun.
Baca juga: 4 Suku Penjelajah Asal Indonesia, Ada yang Dijuluki Sebagai Viking
Alhasil, setiap tahun jembatan yang telah rusak dihancurkan, lalu dibangun jembatan baru.
Hingga saat ini masih ada satu jembatan peninggalan suku Inca, namanya Jembatan Q’eswachaka.
Jembatan Q’eswachaka
Jembatan Q’eswachaka terletak di Distrik Quehue, Provinsi Canas, Peru.
Jembatan yang panjangnya 35-36 meter itu, membentang di atas sungai Apurimac dengan tinggi 60 meter dari permukaan air sungai.
Inilah satu-satunya jembatan peninggalan zaman Inca.
Sebetulnya di dekat jembatan itu ada jembatan modern, tapi penduduk desa yang tinggal di sekitar jembatan ini memiliki keterampilan untuk membuat jembatan dari rumput yang diwariskan secara turun temurun.
Mereka juga ingin mempertahankan tradisi leluhurnya.
Maka setiap tahunnya, pada bulan Juni mereka berkumpul di sekitar jembatan dengan memakai baju tradisional.
Mereka bersama-sama membuat jembatan gantung yang baru.
Membuat Jembatan Baru
Proses pembuatan jembatan ini berlangsung selama 3 - 4 hari.
Kegiatan dimulai oleh para laki-laki yang menyabit rumput ichu (Jarava ichu).
Lalu para perempuan memukul-mukul rumput itu supaya lentur.
Setelah itu mereka mengepangnya menjadi tali yang tipis yang disebut q’oya.
Sebagian q’oya itu kemudian dikepang menjadi tali yang lebih besar.

Tali-tali yang lebih besar kemudian dikepang lagi menjadi tali yang lebih besar.
Begitu seterusnya sampai didapatkan tali yang panjang setebal lengan anak SD, itulah tali utama.
Para chakarauwaq (teknisi) lalu membentangkan 8 utas tali utama di sebelah jembatan lama.
Enam utas tali untuk pijakan, dua utas untuk pegangan.
Setelah itu jembatan lama diputuskan ikatannya, dibiarkan jatuh ke sungai.
Lalu chakarauwaq mulai menganyam q’oya-q’oya yang kecil di tali utama.
Hingga dari 8 utas tali itu menjadi jembatan yang kokoh, yang bisa dilalui beberapa orang sekaligus.
Ketika jembatan telah selesai dibangun, masyarakat bersyukur.
Mereka merayakannya dengan menari-nari diiringi dengan musik tradisional.
Mereka juga makan-makan dengan menu chuñu phasi (kentang beku) dan chicha (minuman yang terbuat dari jagung).
Baca juga: Keunikan Wanita Suku Kayan, Pakai Cincin di Leher untuk Simbol Kecantikan
Baca juga: Mengenal Suku Ainu, Penduduk Asli Jepang yang Hidup Secara Tersembunyi
Baca juga: 3 Suku yang Memiliki Kemampuan Khusus, Suku Moken Bisa Melihat dengan Jelas di Dalam Air
Baca juga: Dirakit Tanpa Paku, Intip Keunikan Kapal Pinisi Buatan Suku Bugis di Makassar
Baca juga: Tinggal di Pegunungan Himalaya yang Dingin, Ini Rahasia Suku Sherpa untuk Bertahan Hidup
(TribunTravel.com/Muhammad Yurokha M)