Breaking News:

Di 'Kafe Kematian' Korea, Kamu Bisa Berbaring di Peti Mati dan Menulis Pesan Terakhirmu Sendiri

"Kami di sini untuk pemakaman," kata Ravi Patel saat dia berjalan ke pintu bertanda "kafe kematian" bersama temannya Matt Pohlson.

Gambar oleh Rob van der Meijden dari Pixabay
Ilustrasi kematian 

TRIBUNTRAVEL.COM - "Kami di sini untuk pemakaman," kata Ravi Patel saat dia berjalan ke pintu bertanda "kafe kematian" bersama temannya Matt Pohlson.

Kafe Korea hanya satu dari sekian perhentian dalam "Ravi Patel's Pursuit of Happiness" (sekarang streaming di HBO Max), perjalanan aktor menjelajahi dunia untuk mempelajari bagaimana berbagai negara menangani tantangan universal seperti menjadi orang tua dan pensiun.

Dia mengunjungi Korea Selatan bersama Pohlson, seorang teman dekat dan sesama pengusaha, untuk mencari tahu bagaimana negara tersebut menangani epidemi gila kerja.

Mereka mengetahui bahwa tempat kerja terkadang mengirim karyawan yang terlalu banyak kerja ke tempat relaksasi.

TONTON JUGA

Satu yang cukup populer di Korea Selatan adalah kafe kematian, di mana pengunjung dapat menghadiri pemakaman tiruan mereka sendiri.

Jangan bayangkan kafe ini hanya berisi peti mati saja, kafe-kafe tersebut dirancang untuk memicu refleksi diri.

"Ini liar, tapi intinya adalah untuk mengingatkan kamu tentang tujuan, tentang apa yang penting dalam hidup, dan bagaimana mudah-mudahan fokus pada hal-hal yang kamu syukuri," kata Patel kepada Insider.

"Pergi ke pemakaman mengajarkan bagaimana menjalani hidup"

Ilustrasu peti mati
Ilustrasu peti mati (Gambar oleh carolynabooth dari Pixabay )

Di Korea Selatan, di mana minggu kerja dibatasi hingga 52 jam dan tingkat bunuh diri lebih tinggi daripada negara maju lainnya, orang mengunjungi kafe ini untuk menilai kembali pekerjaan dan prioritas hidup mereka sebelum terlambat.

Setibanya di Kafe Kematian, para pengunjung di foto untuk pamflet pemakaman dan menulis "kata-kata terakhir" yang akan mereka tulis di batu nisan mereka.

2 dari 3 halaman

Sebelum upacara, kelompok itu berkumpul di sebuah ruangan di mana mereka didorong untuk melakukan "tawa terbaik” untuk terakhir kalinya sebelum kematian mereka yang akan datang.

Setelahnya mereka akan diajak oleh seorang pria berjubah hitam yang membawa mereka ke sebuah ruangan yang dipenuhi dengan deretan peti mati kayu yang identik.

"Pergi ke pemakaman mengajari kamu bagaimana menjalani hidup," kata pemimpin pemakaman.

Duduk di depan foto pemakaman dan lilin peringatan, para peserta diminta untuk mempertimbangkan bagaimana mereka bisa hidup.

Hidup mereka berbeda jika mereka hanya punya sisa enam bulan.

"Apakah kamu yakin tidak memiliki penyesalan dalam hidup?" tanya pemimpin pemakaman. "Dan kami juga ingin bertanya pada diri sendiri, mengapa kami hidup begitu keras?"

Bagi Patel, menulis pidato sendiri menawarkan kesempatan untuk merefleksikan diri

Ilustrasi surat kematian
Ilustrasi surat kematian (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay )

Dengan beberapa pertanyaan besar untuk dipertimbangkan, para peserta pemakaman naik ke peti mati mereka, yang dibiarkan tertutup selama 15 menit, kata Patel.

Ketika mereka muncul, para peserta diinstruksikan untuk menulis "surat terakhir" mereka kepada orang yang mereka cintai dan membacakannya dengan lantang kepada kelompok sebagai eulogi.

"Surat terakhir" Patel bukanlah pidato pertama yang dia tulis untuk dirinya sendiri.
Dia mengatakan kepada Insider bahwa dia memperbarui pidato pribadinya setiap beberapa tahun sebagai cara untuk mengevaluasi kembali rencana hidupnya - mungkin tidak sedrastis pemakaman tiruan, tetapi dia mengatakan itu memberikan kesempatan untuk refleksi.

3 dari 3 halaman

"Saat kamu menulis surat kematian, itu benar-benar mengkristalkan hal-hal terpenting dalam hidup," kata Patel. "Kamu menyadari bahwa ini bukan tentang apa pun tetapi tentang orang yang kamu cintai dan bagaimana kamu memajukan hidup mereka.

Keseimbangan kehidupan kerja dan kelelahan mendapatkan pengakuan global untuk dampaknya pada kesehatan

Ilustrasi bekerja
Ilustrasi bekerja (Gambar oleh StartupStockPhotos dari Pixabay )

Kecanduan kerja dan kafe kematian Korea Selatan menggambarkan mikrokosmos dari upaya di seluruh dunia untuk mengelola stres di tempat kerja.

Organisasi Kesehatan Dunia menambahkan burnout, didefinisikan sebagai fenomena kerja yang dihasilkan dari stres di tempat kerja kronis, dengan Klasifikasi Internasional Penyakit di 2019.

Sindrom ini ditandai dengan perasaan kelelahan, negatif terhadap pekerjaan seseorang, dan penurunan produktivitas di tempat kerja.

Bahkan sebelum kelelahan, keseimbangan kehidupan kerja yang buruk dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental, penelitian telah menunjukkan.

Karena banyak orang bekerja dari rumah selama pandemi virus corona, beberapa bekerja lembur dan lainnya, seperti Patel, telah mengambil kesempatan untuk memprioritaskan ulang.

"Pandemi telah memaksa saya untuk memprioritaskan hidup daripada pekerjaan," kata Patel.

6 Kafe Hits Instagramale di Jogja Dekat Tempat Wisata, Tamansari Cafe hingga Sapulu Coffee

4 Kafe Hewan Terunik di Dunia, Bisa Dikunjungi Setelah Pandemi Covid-19

Protokol Kesehatan bagi Musisi yang Tampil di Kafe dan Restoran Jakarta selama Pandemi Covid-19

Inilah Kafe Sereal Pertama di Indonesia, Berada di Jogja dan Punya Spot Instagramable

Liburan ke Jogja, Wajib Mampir ke Kafe Sereal Pertama di Indonesia yang Unik dan Instagramable

Ambar Purwaningrum/TribunTravel

 
Selanjutnya
Sumber: Tribun Travel
Tags:
Korea SelatanTribunTravel.comKafe Korea Seunghan (Ex-RIIZE)
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved