TRIBUNTRAVEL.COM - Hujan deras melanda Solo cukup lama, Selasa (11/8/2020).
Fenomena ini pun menjadi rasan-rasan warga Solo, karena hujan turun di masa kemarau.
Benarkan musim penghujan kembali datang?
Fenomena hujan ini, menurut BMKG, terjadi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil pemutakhiran citra radar cuaca di wilayah DIY, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta mengatakan hujan dengan intensitas ringan terjadi di sebagian besar area Kulon Progo, Sleman, Kota Yogyakarta serta Bantul dan Gunungkidul bagian utara.
"Intensitasnya sedang ringan yakni 15-40 mm. Ini biasa terjadi di sela musim kemarau," jelas Kepala BMKG Stasiun Geofisika Sleman, Agus Riyanto dikonfirmasi.
Agus menjelaskan, kondisi demikian diprakirakan akan bertahan selama satu hingga dua hari ke depan.
Sebabnya, terdapat gangguan cuaca yang bersifat sementara dikarenakan adanya konvergensi atau perlambatan kecepatan arah angin di wilayah Jawa.
"Diperkirakan hanya bertahan 1 - 2 hari saja. Ini hanya gangguan cuaca sesaat akibat konvergensi (belokan dan perlambatan kecepatan angin) di wilayah Jawa," terangnya.
Sebelumnya, BMKG Stasiun Klimatologi DIY menyebut dalam 2-3 hari ke depan, suhu minimum di wilayah DIY pada malam hingga pagi hari mencapai 20-22 Celcius.
Sedangkan, siang hari suhu maksimum mencapai hanya berkisar 29-31 Celcius.
Kepala kelompok data dan informasi Stasiun Klimatologi DIY, Etik Setyaningrum mengatakan, jika suhu dingin dan kering yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat saat ini merupakan dampak dari intrusi atau bertiupnya angin yang berasal dari Australia (monsoon dingin Australia).
"Di mana saat ini di benua Australia sedang memasuki musim dingin.
Intrusi angin dingin (monsoon dingin Australia) yang berasal dari Australia ini berdampak pada temperatur yang terasa dingin terutama di wilayah bagian selatan Indonesia termasuk Jogja," ujar Etik.
Intrusi angin dingin Australia ini di samping sifatnya dingin juga bersifat kering karena kandungan uap air sangat rendah. Sehingga, pertumbuhan awan saat ini juga sangat kecil terjadi.
"Dengan kurangnya tutupan atau pembentukan awan, berdampak pula pada radiasi balik bumi ke atmosfer dengan cepat keluar dari bumi, akibatnya temperatur di bumi menjadi cepat dingin," sambung Etik.
Di sisi lain, wilayah Jawa Tengah sudah memasuki masa musim kemarau pada Mei 2020 lalu.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Semarang Iis Widya Harmoko mengatakan bahwa menjelang dan pada puncak musim kemarau, langit pada umumnya cerah atau hampir tidak ada awan pada sepanjang hari.
Kondisi tersebut menyebabkan energi matahari tidak banyak mengalami halangan untuk masuk permukaan bumi sehingga suhu pada siang hari menjadi terasa lebih hangat.
“Beberapa hari belakangan (langit) hampir tidak ada awan, clear. Ketika tidak ada perawanan, energi masuk tanpa menghalangi sehingga udara terasa panas dan kering,” ungkapnya ketika dihubungi Tribunjateng.com, Minggu (26/7/2020).
Sedangkan pada malam hari energi yang diserap akan dilepaskan kembali langit dan bisa berlangsung lebih maksimal karena langit yang cerah.
Dengan begitu udara menjadi terasa lebih dingin dibanding musim sebelumnya.
“Pelepasan energi matahari yang terserap oleh bumi pada malam hingga dini harinya tidak terhalangi awan, itulah kenapa udara menjadi dingin,” imbuhnya.
Ia juga menjelaskan mengapa saat mendung atau langit berawan tebal suhu udara justru terasa lebih hangat.
“Energi matahari saat dilepaskan bumi ada yang terhalangi awan kemudian ada yang memantul kembali ke bawah.
Efek saling memantul itu yang bikin udara lebih panas dan gerah.
Energi matahari ketika melewati sesuatu sebenarnya ada yang diserap dan ada yang dipantulkan kembali,” tandasnya.
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Potensi Gelombang Tinggi
Sementara itu, BMKG juga mengeluarkan peringatan dini potensi gelombang tinggi di sejumlah perairan di Indonesia.
Dikutip Tribunjogja.com dari laman BMKG, peringatan dini potensi gelombang tinggi dikeluarkan mulai Senin (10/8/2020) hingga Rabu (12/8/2020).
Berikut perairan yang berpotensi terjadi gelombang tinggi antara 1,25 meter-2,5 meter
Selat Malaka bagian utara
Perairan timur Kep Simeulue-Kepulauan Mentawai
Laut Sawu bagian utara
Selat Ombai
Perairan Selatan Kupang
Selat Karimata
Laut Jawa
Perairan selatan Kalimantan
Perairan utara Kep Kangean
Selat Makassar bagian selatan
Laut Sumbawa
Perairan Kep Selayar
Perairan Kep Sermata-Kep Tanimbar
Laut Arafuru
Tinggi Gelombang 2,5 -4,0 Meter
Perairan utara Sabang
Perairan Barat Aceh hingga Kep Mentawai
Perairan Bengkulu
Teluk Lampung bagian selatan
Samudra Hindia bagian Aceh hingga Mentawai
Perairan selatan P Bali hingga Sumba
Selat Bali, Selat Lombok, Selat Alas bagian selatan
Selat Sape bagian selatan
Selat Sumba bagian barat
Perairan selatan Pulau Sawu dan Pulau Rotte
Laut Sawu bagian selatan
Samudra Hindia selatan NTT
Tinggi gelombang 4,0-6.0 meter
Perairan barat P Enggano
Perairan barat Lampung
Selat Sunda bagian barat dan selatan
Samudra Hindia barat Bengkulu hingga Lampung
Perairan selatan Pulau Jawa
Samudra Hindia selatan Jawa Hingga NTB
BMKG pun mengimbau seluruh warga yang beraktifitas di perairan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gelombang tinggi.
• Pengunjung Pantai di Rio de Janeiro Brasil Harus Pesan Tempat Lewat Aplikasi
• Turis Wanita Tanpa Busana Tertangkap Kamera Hendak Menaiki Kuil Buddha di Thailand
• Siang Ini SALEPRISE Tiket.com Dimulai, Ada Diskon Tiket Pesawat Rp 199 Ribu
• Fasilitas Baru di Bandara Soekarna-Hatta, Heliport Komersial hingga Hotel Bintang 4
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Kenapa Solo Tiba-tiba Hujan Deras Saat Musim Kemarau : Hujan Diprediksi Hanya 2 Hari