TRIBUNTRAVEL.COM - Tren wisata ramah lingkungan sudah digadang-gadang akan semakin kencang di tahun 2020, terutama di negara-negara maju.
Bukan sekadar soal tidak membuang sampah sembarangan, atau membawa botol minum sendiri untuk mengurangi sampah plastik, melainkan memilih moda transportasi yang kontribusinya kepada polusi sangat kecil.
Artinya, memilih moda transportasi selain pesawat terbang untuk bepergian di dalam negeri atau jarak yang bisa ditempuh dalam 5 jam perjalanan darat.
Jerman dan Swedia
Efek dari kampanye ini, seperti dilansir laman World Economy Forum, sudah terlihat di Jerman pada tahun 2019. Semakin banyak warga Jerman menggunakan kereta api daripada pesawat terbang.
Jumlah penerbangan domestik turun 12 persen pada ovember 2019, dibandingkan pada bulan yang sama di tahun sebelumnya.
Sementara penerbangan regional, atau kota lain di Eropa, turun 1,9 persen.
Jerman diketahui sebagai negara kedua di Eropa, yang warganya mulai megurangi bepergian dengan pesawat terbang, demi mengurangi p0lusi karbondioksida (CO2).
Swedia adalah negara pertama yang rakyatnya mulai mengurangi bepergian dengan pesawat terbang. Mereka bahkan memiliki kampanye bernama flygskam, yang intinya "mem-bully" orang yang masih menggunakan pesawat terbang untuk bepergian. Tentunya hanya yang bepergian dalam jarak dekat.
Sejak kampanye tersebut, bandara di Swedia mencatat penurunan penerbangan sebesar 11 persen di tahun 2019.
Turunnya penerbangan diimbangi dengan kenaikan singnifikan di jumlah penumpang kereta api jarak jauh. Baik di Swedia atau di Jerman.
Polusi CO2
Pesawat terbang memang disebut-sebuat sebagai polusi udara terbesar di sektor transportasi. Lembaga Lingkungan Eropa (European Environment Agency report/EEA) mengeluarkan laporan bahwa pesawat terbang menyumbang polusi CO2 sebanyak 285 gram (g)/kilometer (km)/penumpang.

Sementara kereta api dinilai sebagai moda transportasi yang paling ramah lingkungan, sebab polusi CO2 -nya sebesar 14 g/km/penumpang.
Apalagi, operator kereta api di Swedia, SJ, sudah menggunakan kereta api listrik dari pembangkit listrik
yang menggunakan energi terbarukan.
Operator kereta api di Jerman, Deutsche Bahn, melaporkan kenaikan jumlah penumpang kereta api jarak jauh. Selama tahun 2019, jumlah penumpang itu mencapai 150 juta orang.
Padahal kereta api di Jerman masih menggunakan bahan bakar biasa, karena mereka baru berencana beralih sepenuhnya ke listrik dari energi terbarukan pada tahun 2038.
Saat ini Deutsche Bahn sedang dalam proses mengurangi emisi gas buang dari armada mereka, sampai 50 persen di tahun 2030.
Meningkatnya jumlah penumpang kereta api jarak jauh di Jerman, bisa jadi juga didorong tarif kereta api yang lbih murah dari sebelumnya.
Operator kereta di sana menurunkan tarif perjalanan jarak jauh sampai 10 persen.
Aksi
Para pengamat dan pelaku industri transportasi di Jerman berpendapat, banyak faktor yang membuat
penurunan penerbangan tadi. Termasuk harga minyak yang mahal dan keselamatan penerbangan.
Kasus jatuhnya dua pesawat Boeing 737 Max (Lion Air dan Ethiopian Airline) menyumbang ketakutan itu.
Namun faktor perubahan perilaku masyarakat, menjadi lebih peduli lingkungan, juga tak bisa diabaikan.
Satu peristiwa yang dipercaya mendorong masyarakat Jerman berubah adalah bencana kekeringan pada musim panas 2018, yang membuat petani di Jerman menjerit.
Mereka ramai-ramai meminta bantuan keuangan dari pemerintah, karena mengalami gagal panen.
"Menurut saya, ini adalah bukti bahwa kesadaran masyarakat akan perubahan iklim sudah berubah menjadi aksi," kata Stefan Goessling, pengajar mata kuliah ekonomi transportasi di Linnaeus University, kepada reporter Bloomberg.
Perubahan perilaku ini dipercaya juga didorong aksi Greta Thunberg, seorang remaja aktivis lingkungan
asal Swedia.
Dia sama sekali tak menggunakan pesawat terbang saat menempuh perjalanan dari Swedia ke kota Davos di Swiss pada Januari 2019, untuk menghadiri pertemuan tahunan World Economic Forum.
Perjalanan selama 65 jam di kereta api itu berhasil mengurangi 200 kilogram polusi CO2.
Dari tindakan Greta itu muncul istilah Greta Effect, untuk menjelaskan beralihnya masyarakat dari pesawat terbang ke kereta api.
Industri penerbangan
Situasi ini bukan tak mendapat perhatian dari industri penerbangan. Saat ini mereka sedang berusaha
mengurangi emisi karbon menjadi setengahnya dari kondisi saat ini pada tahun 2050.
Saat ini, perusahaan penerbangan sudah berhasil meningkatkan efisiensi bahan bakar sampai 1,5 persen.
"Yang menjadi musuh itu karbon, bukan terbang. Tujuan kami adalah membuat industri penerbangan menjadi industri berkelanjutan," kata Alexandre de Juniac, Direktur Jenderal International Air Transport
Association (IATA).
Lalu bagaimana di Indonesia? Pada tahun 2019 kemarin memang terjadi peningkatan pengguna kereta api dan bus antar kota antar provinsi.
Hanya saja, fenomena itu sepertinya bukan didorong kesadaran lingkungan, melainkan kesadaran ekonomi, akibat kenaikan tarif penerbangan yang signifikan.

Artikel ini telah tayang di Tribunwartakotatravel.com dengan judul Semakin Banyak Warga Jerman Pilih Kereta Api Dibandingkan Pesawat Terbang