TRIBUNTRAVEL.COM - Balon udara tradisional liar masih ditemukan dan mengganggu keselamatan penerbangan.
Nono Sunariyadi, General Manager AirNav Indonesia Cabang Yogyakarta mengatakan, terhitung selama tiga hari (4-6 Juni 2019) pihak Air Traffic Controllers (ATC) telah menerima 11 laporan balon udara liar.
Angka ini sudah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun lalu di hari yang sama dengan jumlah 26 balon liar.
Rata-rata balon tersebut terbang di langit Wonosobo.
Penurunan ini menurutnya setelah Airnav telah melakukan serangkaian sosialisasi ke warga Wonosobo, Pekalongan, Batang hingga Ponorogo.
Sebagaimana diketahui, di sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Jawa timur terdapat kebiasaan menerbangkan balon udara saat bulan syawal.
Untuk saat ini pihaknya masih melakukan upaya persuasif, untuk mencoba menyadarkan masyarakat bahwa kegiatan mereka sangat mengganggu lalu lintas penerbangan.
"Tindakan mitigasi lainya, kita juga menerbitkan notice to airmen agar seluruh traffic harus hati-hati dengan balon udara. Peningkatan kewaspadaan ATC dengan memberikan informasi ke pilot berdasarkan laporan pilot sebelumnya," ujarnya saat ditemui Jumat (7/6/2019).
• Dusun Semilir Bawen, Tiga Kubah Besar di Pinggir Jalan Semarang-Solo yang Bikin Penasaran
• Asyiknya Menelusuri Lorong Taman Bunga Celosia Bandungan, Banyak Spot Foto Menarik
• 5 Oleh-oleh Khas Palembang yang Wajib Dibawa Pulang saat Mudik Lebaran
• Aneka Menu Sarapan Sehat yang Ampuh Turunkan Kolesterol saat Lebaran
Aturan balon udara
Kementerian Perhubungan telah menerbitkan aturan PM nomor 40 tahun 2018 tentang penggunaan balon udara pada kegiatan budaya masyarakat.
Dari peraturan tersebut, balon udara boleh diterbangkan dengan ketentuan ditambatkan pada tali sepanjang 150 meter, ukuran balon maksimal berdiameter 4x7meter.
Selain itu setiap kegiatan penerbangan balon harus meminta izin kepada otoritas bandara dan pemerintah daerah.
"Karena begitu balon itu lepas, tidak akan terpantau terbang ke mana dan bisa masuk ke ruang udara operasional penerbangan di Jogja. Dan laporan yang beberapa hari ini masuk adalah balon yang terbang liar," ucapnya.
Ia memaparkan balon yang terbang liar bisa masuk hingga ke dalam jalur lalu lintas udara setinggi 27 ribu kaki sampai 30ribu kaki.
Risiko balon udara
Bahaya yang mengancam, bila balon itu masuk ke mesin pesawat maka bisa menyebabkan terbakarnya mesin dan meledak.
Jika menutupi pilot tube maka informasi ketinggian dan kecepatan pesawat tidak akurat.
Jika tersangkut di sayap, ekor atau flight control maka pesawat akan susah dikendalikan atau hilang kendali.
Dan jika menutupi bagian depan pesawat, maka yang terjadi pilot akan kesulitan mendapatkan visual guidance dalam pendaratan.
"Tentu hal ini dapat membahayakan nyawa penumpang dan masyarakat yang ada di darat," tegasnya.
Nono mengatakan jika ada yang melanggar, terbukti dan ditangkap akan dihukum pidana maksimum 2 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Karena keselamatan penerbangan sudah diatur aturannya secara internasional, maka jika terjadi kecelakaan akibat balon udara, Indonesia akan dicap sebagai negara yang tidak aman dilalui untuk penerbangan.
"Karena ini aturan internasional, beban moral ke dunia tinggi. Bisa-bisa kita di blacklist, pesawat asing bisa tidak masuk ke Indonesia karena dianggap tidak aman. Maka yang rugi juga Indonesia sendiri, karena bisa berpengaruh ke berbagai sektor, baik wisata, ekonomi maupun lainya," bebernya.
Ia pun berharap agar masyarakat turut membantu mengamankan jalur penerbangan dengan tidak menerbangkan balon udara secara liar.
Wadahi tradisi
Namun demikian, masyarakat tetap bisa terus menjalankan tradisi balon udara yang telah ada secara turun menurun, Airnav sudah mewadahi aktivitas itu dengan mengadakan festival balon udara.
Untuk tahun ini Airnav Indonesia kembali menggelar festival balon udara di Pekalongan pada 12 juni 2019, dan di Wonosobo pada 15 Juni 2019.
"Sebenarnya festival itu untuk mengakomodir budaya dan kearifan lokal menjadi potensi wisata. Sebagai wadah penyaluran hobi, meningkatkan ekonomi daerah, dan sekaligus keamanan penerbangan," ungkapnya.
"Cuma memang masih ada masyarakat yang masih menerbangkan secara liar. Itu yg kami kawatirkan. Bukan tidak boleh tapi ada aturan dan tolong ditaati," imbuhnya.
Sementara itu Agus Ekananto, Junior manager perencanaan dan evaluasi pelayanan lalu lintas penerbangan, Airnav Yogyakarta mengatakan bahwa kendala penerbangan tak hanya balon udara saja.
Namun adalah kabut yang beberapa hari ini terjadi di Yogyakarta.
Sejauh ini pesawat telah dilengkapi dengan Instrumen Landing System (ILS) yang membantu untuk melakukan pendaratan.
Teknologi ini membuat pesawat mendarat dengan tepat di landasan. Namun demikian jika kabut sangat tebal, pilot dapat memutuskan untuk tidak mendarat.
"Kabut itu biasanya saat pagi. Kalau visibility kurang dari 1200m, landasan tidak terlihat maka pilot boleh melakukan missed approach. Di titik tertentu pesawat akan naik lagi," tuturnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Balon Udara Masih Menjadi Kendala Penerbangan saat Libur Lebaran