TRIBUNTRAVEL.COM - Masyarakat Sumba Nusa Tenggara Timur (NTT) ternyata memiliki tradisi adu hidung yang sama dengan yang ada di suku Maori, New Zeland.
Adapun makna tradisi adu hidung bagi masyarakat Sumba ini merupakan simbol kekerabatan yang sangat dekat.
Dan melambangkan bahwa orang baru tersebut sudah menjadi bagian dari keluarga.
Salam cium hidung ini dilakukan dengan cara saling menempelkan hidung.
Dengan salam ini, dua orang sekan didekatkan tanpa ada jarak.
Tonton juga:
Tradisi adu hidnung pun dipercaya bisa meredam konflik, bahkan dapat dikatakan kalau semua masalah bisa selesai apabila salam cium hidung dilakukan.
Sedangkan tradisi adu hidung bagi suku Maori yang dikenal dengan tradisi Hongi ini memiliki makna berupa salam perkenalan.
Tradisi unik suku Maori ini dilakukan dengan ccara saling bersentuhan hidung dan kening.
Suku Maori percaya bahwa hongi merupakan tradisi kuno dari leluhur yang bermakna napas hidup dari Dewa.
• Promo Cinema XXI - Setiap Jumat Bayar Satu Nonton Berdua Pakai Debit BNI, Simak Daftar Bioskopnya
• Waspada! 6 Gejala Ini Menunjukkan Tubuhmu Mengandung Banyak Racun
• Pegipegi Beri Diskon Tiket Pesawat, Kereta dan Hotel hingga Rp 1 Juta, Simak Cara Mendapatkannya
• Fakta Kapal Pesiar - Benarkah Penumpang Dilarang Naik Kapal Pesiar Jika Tidak Bisa Berenang?
Memang ketika kamu mengadu hingga menggosokkan hidung, kamu akan mendengar napas orang di depan kamu.
Saat saling mendengar napas itulah, suku Maori sudah merasakan jiwa tamunya dan akan lebih menghormatinya.
Tradisi Hongi tidak sesederhana yang terlihat, mengutip laman New Zeland Tourism, penyambutan tamu menurut tradisi Suku Maori ini terdiri dari banyak tahapan.
Awalnya tamu akan dihadang oleh seorang satria atau tuan rumah untuk memastikan apakah mereka kawan atau lawan.
Sang satria akan membawa taiaha atau senjata mirip tombak.
Kemudian satria tersebut menaruh benda penanda berupa dahan kecil untuk dipungut oleh sang tamu sebagai tanda bahwa dirinya datang dengan damai.
Setelah itu, tetua wanita tuan rumah akan melakukan karanga atau seruan kepada tamu.
Ini isyarat bagi tamu untuk mulai beranjak masuk ke dalam tempat mereka.
• Tipe-tipe Traveler Berdasarkan Golongan Darah, Ada Si Pecinta Tantangan hingga Tak Takut Tersesat
• Tips dan Trik Hasilkan Foto Keren saat Solo Traveling, Jangan Malu Minta Bantuan Orang Lain
Seorang wanita dari tamu akan menyahut seruan tersebut, dan mereka secara bersama-sama berjalan masuk secara perlahan dalam keheningan, dengan barisan perempuan mendahului laki-laki.
Di tengah-tengah perjalanan mereka akan berhenti untuk mengenang leluhur yang sudah tiada.
Sesampainya di pekarangan rumah di dalam kawasan rumah leluhur utama, para tamu dan tuan rumah akan mengambil tempat duduk masing-masing dan saling berhadapan.
Pada saat inilah nyanyian dilantunkan dan diikuti dengan pesan-pesan dari para tetua.
Setelah pesan disampaikan, tamu akan menyampaikan hadiah atau yang disebut dengan Koha kepada tuan rumah.
Setelah prosesi ini, barulah tuan rumah dan tamu saling menyapa dengan Hongi, saling menempelkan ujung hidung.
Selepas Hongi, makanan akan dibagikan.
• 6 Hotel Murah di Sumba NTT dengan Tarif Menginap di Bawah Rp 300 Ribu Per Malam
• Menikmati Sensasi Baru Berenang dengan Ikan Pari Manta di NTT, Berani Coba?
• 6 Keistimewaan Christchurch di Mata Turis Dunia, Gerbang Masuk Berwisata di Selandia Baru
• Hindari 7 Makanan dan Minuman Ini Saat Tubuh Dehidrasi, Termasuk Jus Buah Instan
• Selain Susu, 10 Makanan Ini Ternyata Juga Bisa Buat Tulang Sehat dan Kuat
(TribunTravel.com/ Ratna Widyawati)