TRIBUNTRAVEL.COM - Buat traveler yang akan bepergian ke Eropa, ada satu informasi terbaru yang harus diperhatikan.
Dikutip TribunTravel.com dari laman Travel and Leisure, alat pendeteksi kebohongan atau lie detector akan dipasang di sejumlah daerah perbatasan di Eropa.
Menurut USA Today, proyek baru yang disebut iBorderCtrl ini akan memasang pendeteksi kebohongan di pos pemeriksaan perbatasan di Hungaria, Latvia, dan Yunani bulan ini untuk pengujian beta.
Wisatawan dari negara-negara di luar Uni Eropa akan diminta untuk mengenakan pendeteksi kebohongan.
Kemudian, mereka menjawab pertanyaan melalui webcam.
Pendeteksi kebohongan tersebut bekerja dengan menganalisis ekspresi-ekspresi mikro untuk mengukur tingkat kebenaran yang dikatakan seseorang menggunakan kecerdasan buatan.
Meski begitu, penjaga perbatasan sebagai staf administrator juga tetap hadir untuk berjaga-jaga jika ada risiko keamanan yang terdeteksi.
Menurut CNN, orang yang dianggap "berisiko rendah" hanya perlu menjawab pertanyaan mengenai informasi dasar.
Seperti nama, tanggal lahir, dan alasan perjalanan mereka.
Sementara, mereka yang dianggap sebagai orang yang 'berisiko tinggi' akan diminta menjawab sejumlah pertanyaan tambahan.
Namun, belum dijelaskan secara pasti kriteria apa yang dapat menentukan seseorang itu berisiko rendah atau tinggi.
Teknologi ini merupakan perkembangan lanjutan terkait dengan keamanan bandara, sama seperti teknologi face-recognition atau pengenalan wajah untuk check-in dan antrian pemeriksaan keamanan.
Namun, kritikus membantah teknologi lie detector dapat memperlakukan penumpang seperti penjahat tanpa alasan yang jelas.
Untuk saat ini penumpang harus memberikan persetujuan tertulis sebelum mereka menjalani tes detektor kebohongan, menurut laporan CNN.
Keeley Crockett dari Manchester Metropolitan University di Inggris, yang terlibat dalam proyek tersebut, mengatakan kepada CNN, “Saya tidak percaya bahwa kamu dapat memiliki sistem yang 100 persen akurat.”
Selain itu, Frederike Kaltheuner, pemimpin program data di Privacy International, mengatakan kepada CNN itu (lie detector) adalah "ide yang buruk."
Sebab, alat detektor kebohongan memiliki masa lalu yang bermasalah terkait penegakan hukum.
Yakni, sering mengarah untuk menjatuhkan hukuman pada orang yang tidak bersalah.
Banyak detektor kebohongan dapat mendeteksi 'false positive' atau ciri-ciri kebohongan yang sebetulnya tidak pasti/ada.
Seperti, jika orang yang jujur merasa khawatir/cemas atau orang yang tidak jujur yang berpembawaan tenang.
Penelitian dari American Psychological Association menemukan, "Tidak ada bukti pola reaksi fisiologis khusus yang pasti untuk menunjukkan adanya penipuan."
Proyek iBorderCtrl memang diharapkan dapat mencapai tingkat keberhasilan 85 persen, tetapi Kaltheuner yakin bahwa angka tersebut belum cukup baik.
"Bahkan dengan tingkat kesalahan yang tampaknya kecil, itu dapat berarti ribuan orang sekarang harus berupaya keras membuktikan bahwa mereka adalah orang yang benar-benar jujur, hanya karena ada perangkat lunak yang mengatakan mereka adalah pembohong," katanya kepada CNN.
(TribunTravel.com/Rizki A. Tiara)