TRIBUNTRAVEL.COM - Masyarakat Mamasa di Sulawesi Barat punya tradisi turun temurun yang dikenal dengan sebutan Ma’pasitanduk Tedong.
Ini merupakan tradisi unik untuk menghibur sanak keluarga yang tengah berduka agar tidak lama larut dalam suasana duka karena kehilangan atau kematian anggota keluarga yang mereka cintai.
Adu kerbau hanya dilaksanakan pada saat upacara kedukaan atau yang akrab dikenal masyarakat Mamasa dengan sebutan Rambu Solo.
• Mengenal Pasar Cihapit, Pasar Tradisional Bergaya Kotemporer di Bandung yang Instagramable

Sebelum upacara pemakaman salah satu anggota keluarga yang meninggal, sederet tradisi lain digelar lebih dahulu.
Salah satunya adalah adu kerbau atau Ma’pasitanduk Tedong yang dilaksanakan sebagai rangkaian prosesi upacara pemakaman Martha Tiboyong.
• Perhatikan Etika Sebelum Berkunjung ke Situs Makam di Toraja Utara
Dalam acara Rambu Solo itu, puluhan ekor kerbau akan disembelih dan dagingnya dibagikan kepada sanak keluarga dan tetangga.
Kerbau bernilai fantastis dengan harga lebih dari Rp 500 juta per ekor ini diadu terlebih dahulu di dalam sebuah arena yang tak jauh dari rumah duka.
Tujuan adu kerbau untuk memberikan hiburan bagi keluarga yang berduka agar mereka tidak lama larut dalam suasana duka karena kehilangan sosok anggota keluarga yang mereka cintai.

Kerbau berbagai jenis yang harganya mencapai ratusan juta rupiah tersebut satu persatu diadu dalam satu arena secara bergantian, sehari sebelum pemakaman anggota keluarga yang meninggal dilaksanakan.
Agar mengundang semangat dan hiburan bagi warga yang menyaksikan adu kerbau ini, setiap kerbau yang akan diadu masing-masing diberi nama unik seperti Angker, Metick dan nama-nama unik lainya.
Ketua Panitia Ma’pasitanduk Tedong, Tandi Arruan mengatakan, adu kerbau adalah tradisi masyarakat Mamasa yang sudah dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang mereka hingga kini.

• Siap-siap Dibuat Heran, 5 Tradisi Unik Ini Hanya Bisa Kamu Jumpai Saat Liburan ke China
“Tradisi Rambu Solo biasanya hanya digelar oleh keluarga bangsawan yang sudah punya persiapan matang, karena biayanya tidak murah, butuh persiapan dan dana yang lumayan,” kata Tandi Arruan.
Tidak semua warga Mamasa bisa menggelar tradisi adu kerbau atau Ma’pasitanduk Tedong sebagai ragkaian upacara kematian.
Ini hanya bisa dilakukan oleh orang –orang yang status ekonominya sudah mapan, seperti keturunan bangsawan.
Pasalnya untuk menggelar tradisi Rambu Solo membutuhkan biaya sampai miliaran rupiah.
Bagi mereka yang bisa menggelar tradisi ini juga menjadi salah satu kebanggaan bagi keluarga.

Daging-daging kerbau yang disembelih sehari sebelum pemakaman dilaksanakan tersebut dibagikan kepada semua penduduk desa setempat.
Pembagian daging kerbau ini sebagai salah satu cara untuk mempererat dan merekatkan hubungan silaturrahim atau garis keturunan di Mamasa.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ma’pasitanduk Tedong, Tradisi Menghibur Warga yang Berduka di Mamasa".