TRIBUNTRAVEL.COM - Data klimatologi mencatat bahwa suhu rata-rata di pulau Jawa meningkat dari Agustus hingga November, kemudian puncaknya terjadi pada Oktober.
Kulminasi matahari di bulan Oktober ini menyebabkan pancara sinar radiasi langsung dari matahari.
Efek kulminasi ini menyebabkan kemarau makin terasa.
Kondisi panas inilah yang membuat panas matahari terasa terik dan menyengat kulit.
Dilansir Tribun Travel dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui akun instagram @infobmkg, bahwa kulimnasi utama matahari terjadi pada Oktober ini.

Berikut ini tiga alasan mengapa Oktober di Jawa begitu menyengat.
1. Fenomena Kulminasi Utama
Kulminasi merupakan fenomena saat matahari berada tepat di posisi lintang di mana kita berada.
Hal tersebut membuat sudut deklinasinya menjadi nol atau tepat tegak lurus di atas kepala kita.
Sehingga membuat apapun seakan-akan tak ada bayangannya.
Fenomena kulminasi terjadi lantaran adanya revolusi bumi mengitari matahari yang mengakibatkan gerak semu matahari.
Letak wilayah geografis Indonesia yang berada di sebelah utara dan selatan ekuator membuat kulminasi terjadi dua kali dalam setahun di beberapa wilayah.

Di Pulau Jawa Kulminasi utama terjadi pada Oktober.
BMKG telah mengeluarkan informasi waktu kejadian kulminasi utama ini.
Di Jakarta, kulminasi utama terjadi pada 9 Oktober kemarin pukul 11.40 WIB.
Sedangkan, Serang terjadi pada pukul 11.42 WIB.
Kulminasi terjadi di Bandung pada tanggal 11 Oktober pukul 11.36 WIB, sementara itu Semarang pada pukul 11.25 WIB.
Di Surabaya, kulminasi dirasakan pada 12 Oktober 11.15 WIB dan di Jogjakarta pada 13 Oktober pukul 11.24 WIB.
2. Suhu Oktober Mencapai Puncak

Kulminasi Matahari di atas Jawa membuat suhu rata-rata dan suhu maksimum (saat siang) meningkat dari Agustus hingga November.
Puncak tertinggi di Pulau Jawa umumnya terjadi pada Oktober.
Kulminasi matahari di bulan ini menyebabkan pancaran radiasi langsung (penyinaran).
Semakin maksimal radiasi yang diterima permukan bumi, akan semakin besar pula radiasi balik yang dipantulkan permukaan bumi.
Radiasi balik inilah yang kemudian kita rasakan sebagai panasnya udara permukaan.
Umumnya hal ini menyebabkan kondisi gerah dan terik yang menyengat ke kulit.
3. Suhu Oktober Kali Ini Belum Melampaui Suhu Maximum yang Pernah Terjadi
Menurut data suhu global dari Badan Administrasi Laut Atmosfer Amerika, NOAA, Tahun 2018 berpeluang menjadi tahun terpanas keempat yang tercatat dalam data historis suhu global.
Sebelumnya pada tahun 2015, 2016 dan 2017 menjadi yang terpanas dari saat ini.
Suhu tercatat sementara ini belum menjadi rekor baru dari suhu tertinggi yang pernah tercatat di bulan Oktober.
Di Kemayoran Jakarta, suhu maximum di bulan Oktober yang tercatat pernah terjadi pada 7 Oktober 2007 sebesar 38.3°C.
Sementara itu, Semarang suhu tertinggi tercatat 39.5°C terjadi pada 27 Oktober 2015.
Kemudian, di Bandung suhu 33°C pernah terjadi pada 6 Oktober 2006.
(TribunTravel.com/ Ayumiftakhul)