TRIBUNTRAVEL.COM - Istilah bubur umumnya mengacu pada campuran bahan padat dengan komposisi cairan yang lebih banyak.
Pada zaman dahulu ada sebuah kisah sebelum tersajinya semangkuk bubur dari berbagai daerah di Indonesia.
Dilansir TribunTravel dari Banjarmasin Post, Rabu (19/9/2018), kisah di balik semangkuk bubur tersebut tidak jauh dari sebuah trik dalam memperjuangkan hidup pada masa kritis di Indonesia, khususnya bagi Jawa.
• Bubur Suro jadi Sajian Khas Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 Hijriyah, Begini Cara Membuatnya
Menurut Guru Besar dan peneliti pangan dari Universitas Gadjah Mada, Murdijati Gardjito ada sebuah sejarah awal bubur di Indonesia.
"Ratusan jenis bubur di Indonesia, tapi sangat jarang asalnya yang dicampur dengan lauk hewani. Karena kasta bubur itu dibawah nasi," ujar Murfijati.
Menurutnya bubur tidak ada kaitannya dengan kerajaan yang ada di Jawa.
Karena bubur awal mulanya lahir dari kalangan bawah yang berjuang untuk memenuhi pangan.
Murdijati juga menyampaikan jika bubur bagi etnis Tionghoa dianggap sebagai simbol kemiskinan, sedangkan bagi orang Jawa diberi arti sebagai simbol pemerataan.
Pada budaya Jawa bubur juga sering hadir pada beragam perayaan atau ritual adat.
Seperti pada pernikahan Jawa juga memiliki sesi pembagian bubur sumsum atau yang dikenal dengan sesi sumsum.
"Bubur itu kan perbandingan airnya empat kali beras, jadi kalau satu kilo beras paling buat nasi 15 orang. Tetapi kalau bubur itu empat liter bisa untuk 40 orang, apalagi kalau dicampur umbi-umbian," jelas Murdijati.
Dahulunya, bubur bagi masyarakat kalangan bawah dijadikan sarana untuk memenuhi kebutuhan pangan secara merata.
Saat ini di Indonesia memiliki beragam jenis bubur, mulai dari bubur ketan hitam, bubur ayam, bubur sumsum, bubur kacang hijau, dan masih banyak lagi.
(TribunTravel.com/ Ayu Miftakhul)