Breaking News:

Pusat Tenun Tradisional di Sleman, Memproduksi Tas, Dompet, hingga Sepatu

Terdapat kegiatan menenun yang dilakukan hampir setiap rumah di Dusun Sejatidesa, Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Editor: Sinta Agustina
Tribun Jogja/Hamim Thohari
Sumirah menenun menggunakan ATBM. 

TRIBUNTRAVEL.COM - Di tengah suasana desa yang masih asri dan tenang, suara kayu yang saling beradu nyaring terdengar.

Suara tersebut berasal dari kegiatan menenun yang dilakukan hampir setiap rumah di Dusun Sejatidesa, Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Jogja.

Desa tersebut telah sejak lama dikenal sebagai salah satu sentra tenun di Sleman.

Dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang terbuat dari kayu, puluhan warga Sejatidesa yang sebagian besar adalah ibu-ibu setiap harinya menghasilkan stagen.

Sumirah (34) satu diantara warga Sejatidesa penenun kain yang biasa digunakan sebagai ikat pinggang oleh wanita Jawa tersebut mengatakan, pekerjaan menenun telah dilakukan warga desa tersebut sejak puluhan tahun lalu.

Saat ini setidaknya ada sekitar 70 pengrajin tenun di desa tersebut.

Proses penenunan
Proses penenunan (Tribun Jogja/Hamim Thohari)

“Ibu saya yang saat ini berumur lebih dari 60 tahun telah menekuni pekerjaan membuat stagen sejak dia masih remaja,” ujar Sumirah saat ditemui di kediamannya.

Hingga saat ini anak dan ibu ini masih masih menenun memproduksi stagen.

Dengan dua buah ATBM yang diletakan dibelakang rumah mereka, dengan telaten Sumirah dan ibunya yang bernama Leginem merangkai ratusan helai benang menjadi stagen.

Tenun Polos

2 dari 3 halaman

Memang, untuk menghasilkan stagen perlu waktu yang panjang, ketelatenan, dan kesabaran.

Sebagian besar stagen yang dihasilkan warga Sejatidesa adalah tenunan polos berwarna hitam.

Tetapi sejak tiga tahun yang lalu, berkat dorongan dan pemberdayaan oleh komunitas bernama Dreamdelion, Sumirah memproduksi stagen berwarna-warni dan motif yang unik.

Baik stagen polos maupun motif, proses pembuatanya sama saja. Dijelaskan Sumirah, ratusan helai benang harus ditata dulu sebelum dimasukan ke alat tenun.

Proses penataan benang ini disebut sekir.

“Jika akan menenun stagen bermotif, proses sekir ini lebih rumit. Sebanyak 350 helai benang dengan beberapa warna harus ditata menggunakan pola tertentu agar menghasilkan motiff yang diinginkan. Jika stagen polosan, tidak perlu memikirkan polanya,” cerita ibu satu orang anak tersebut.

Setelah disekir, setiap helai benang yang ditata dimasukan ke mesin tenun satu persatu. Setelah itu, proses penenunan siap dilakukan.

Dalam sehari Sumirah, mampu menghasilkan kain tenun sepanjang 15 hingga 20 meter dengan lebar 14,5 sentimeter.

“Sebagian besar ibu-ibu di sini membuat tenun disambi pekerjaan rumah tangga lainnya. Jika fokus mengerjakannya dalam sehari kami bisa menghasilkan sekitar 30 meter kain tenun,” lanjutnya.

Tas dan Bros

3 dari 3 halaman

Jika stagen polos hanya digunakan sebagai ikat pinggang, maka untuk stagen bermotif ini banyak dipasarkan oleh Dreamdelion untuk diproduksi menjadi tas, bros, dompet, bahkan sepatu.

Di sela-sela kegiatannya menenun Sumirah juga menerima pesanan membuat tas dan bros.

Sedang untuk stagen polos produk ini dibeli oleh pengepul dan dijual dibeberapa pasar tradisional yang ada di Yogyakarta.

Meskipun proses pembuatanya rumit, stagen produksi Sumirah dan Leginem cukup murah.

Untuk satu buah stagen polos dengan panjang sekitar 9,5 meter harganya hanya Rp17 ribu hingga Rp20 ribu.

Sedang untuk stagen motif harga per meternya Rp15 ribu hingga Rp20 ribu.

Berita ini sebelumnya telah dimuat di Tribun Jogja dengan judul Menyusuri Pusat Tenun Tradisional di Sleman.

Subscribe Channel YouTube TribunTravel.com:

Selanjutnya
Sumber: Tribun Jogja
Tags:
JogjaSlemanMoyudanSumberarumpengrajin tenun
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved