TRIBUNTRAVEL.COM - Jika traveler mengunjungi kedai Soto Lamongan atau Pecel Lele, satu yang ikonik ialah spanduknya yang dilukis seragam.
Di antara banyaknya Soto Lamongan yang tersebar, ternyata hanya ada sedikit orang yang bisa membuat spanduk ikonik tersebut.
Salah satu yang berhasil ditemui ialah Hartono (47), Selasa (30/5/2017).
Laki-laki asli Lamongan yang sudah 20 tahun bergelut di dunia Soto Lamongan dan Pecel Lele-nya ini kini masih terampil memoles tinta di atas spanduk kain.
Kain demi kain yang terlukis warna-warni dengan ragam binatang, sedang dijemur di bagian depan rumahnya.
Pemandangan ini akan traveler temui saat berkunjung ke Jalan Laskar Dalam nomer 83 Pekayon, Bekasi, Jawa Barat.
Hartono masih bertahan di tengah himpitan spanduk print yang kini mudah ditemui.
Bukan tanpa alasan, dirinya pernah di posisi yang sangat membutuhkan spanduk lukis tersebut, tetapi sulit menemukannya.
“Kalau zaman dulu buatnya masih di Lamongan, dan waktu itu hanya satu yang buat tahun 92,” kata Hartono.
Sang pembuat spanduk lukis di Lamongan itu ternyata rekan Sekolah Menengah Pertama (SMP) nya, yang pernah kalah lomba lukis olehnya.
Alhasil temannya tersebut pun tak mau melukis spanduk Soto Lamongan Hartono, karena merasa tersindir.
Hartono yang sudah memendam bakat melukis sejak SMP pun mencoba membuatnya sendiri.
Tak disangka dari mulut ke mulut para perantau Soto Lamongan di Tangerang dan Jakarta memesan spanduk padanya.
Ia yang saat itu masih berjualan Soto Lamongan (1997-2005) di depan Polresta Tangerang pun mengerjakan spanduk itu setelah selesai berjualan.
“Saya berfikir kalau fokus ke lukis spanduk harus punya pelanggan tetap yang banyak dulu, baru bisa muter uang. Soalnya selain peminatnya tertentu, juga awet bisa sampai lima tahun baru bikin lagi,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, para perantau dari Lamongan pun semakin percaya pada hasil karyanya.
Ia menjadi pelukis spanduk Soto Lamongan yang direkomendasikan para pemilik Soto Lamongan dan Pecel Lele.
Akhirnya Hartono mulai fokus memproduksi spanduk di tahun 2007, setelah memiliki 700 pelanggan.
Menurutya angka 700 tersebut aman untuk usahanya dalam bertahun-tahun, dengan syarat menjaga kepercayaan pelanggan tersebut.
Hingga kini ia selalu melakukan inovasi-inovasi lukisan yang sedang marak di pasaran.
Namun, ia tak mau menghilangkan ciri khas lukisannya, yang menggunakan banyak warna cerah dan menjaga kualitas kain.
"Kuncinya bikin spanduk itu kualitas bukan kuantitas, karena ini berhubungan dengan bagaimana melayani pelanggan. Sekali pelanggan kecewa, mereka nggak akan balik lagi bertahun tahun, karena barang ini awet,” kata Hartono.
Ia mengatakan usahanya tersebut sangat berisiko, tak semudah usaha spanduk printing yang bisa diproduksi dengan cepat.
“Kita itu gabungan sablon sama lukis, kalau sablon pasti harus ada cetakannya, sedangkan tiap orang bikin spanduk pasti ada bedanya, biayanya bengkak di cetakan, belum lukis manualnya yang lama,” ujarnya.
Tak heran kini perajin seprofesinya satu persatu mulai gulung tikar.
Hartono pun menyadari hal tersebut.
Namun, Hartono percaya jika terus berinovasi mengasah kreativitas dan tetap mengutamakan kualitas akan langgeng.
Hingga kini spandung buatan Hartono telah melintasi berbagai pulau di Indonesia, mulai Aceh, Jambi, Lampung, Jawa, Bali, Soppeng, hingga NTT.
Tak hanya Soto Lamongan dan Pecel Lele, kini penikmat spanduknya dari kalangan pengusaha seafood dan soto-soto lainnya.
Saat berkunjung ke rumahnya, Hartono telah melayani 3.725 pelanggan, di mana dari tiap pelanggannya ia bisa membuat satu hingga tiga spanduk untuk satu kedai.
Berita ini telah dimuat di Kompas.com pada Rabu, 31 Mei 2017 dengan judul Kisah Si Pembuat Spanduk Soto Lamongan...