Laporan Wartawan TribunTravel.com, Tertia Lusiana
TRIBUNTRAVEL.COM - Bali adalah satu tempat yang tak pernah membosankan untuk didatangi.
Terlebih dengan posona alamnya yang tak kunjung habis.
Namun jauh dari hiruk pikuk Bali yang padat dan ramai wisatawan, terdapat satu belantara yang cukup misterius.
Tepatnya berada di kaki gunung berapi, di Bali ada sebuah komunitas dengan ritual kematian kuno yang cukum mengetirkan hati.
Adalah desan Trunyan, di pegunungan pantai timur Danau Batur.
Jika seorang ada yang mati di sana, maka tubuh orang tersebut tidak dikubur atau dikremasi layaknya tradisi Hindu.
Akan tetapi jenazahnya akan ditempatkan dalam sebuah sangkar bambu (anyaman yang terbuan tadi bambu) berbentuk segitiga bersama deretan mayat lain.
Jasad tersebut kemudian dibiarkan membusuk.
Tradisi unik ini disebut juga sebagai mepesah.

Setelah semua daging hancur dimakan hawa panas Indoneisa, tengkoraknya kemudian ditempatkan di batu altar di bawah pohon suci.
Tengkorak ini menjadi blok sendiri disamping bangunan kuil.
Hanya di desa inilah tradisi mepesah dilangsungkan.

Desa ini memang dekat, namun untuk mengunjunginya hanya bisa dijangkau dengan perahu dari Danau Batur, seperti dikutip TribunTravel.com dari dailymail.co.uk.
Bukan sembarang orang bisa ke sana.
Menurut keterangan, hanya laki-laki saja yang dibolehkan untuk mengunjungi Desa Trunyan untuk membersikan tubuh jenazah sebagai ritual perpisahan.
Mereka bisa membersihkan tulang dengan air hujan dan kemudian membungkusnya dengan kain.
Namun pada bagian kepala dibiarkan terbuka.
Menurut keyakinan setempat, jika ada wanita yang berani memakamkan maka desa tersebut akan dilanda gempa bumi dan letusan gunung berapi.

Uniknya lagi, meski dibiarkan membusuk di tanah jasad ini tak memunculkan aroma tak sedap.
Konon, sebuah pohon besar yang mengeluarkan aroma wangi di area ini yang mampu mengurangi bau busuk.
Pohon besar ini disebut sebagai Taru Menyan.
Bau harum dari pohon inilah yang menetralisir aroma tak sedap dari mayat.

Ketika anyaman bambu penuh maka akan dibuatkan lagi dan akan ditumpuk dengan jenazah yang baru.
Hanya yang benar-benar telah kering yang bisa dipindahkan ditumpukan batu altar.
Warga desa Trunyan percaya jika adat ini merupakan tradisi asli Bali yang sudah ada sejak jaman Majapahit pada tahun 1340.

Dikutip TribunTravel.com dari Kompas.com, ada tiga tempat pemakaman yaitu Sema Wayah untuk orang yang meninggal secara wajar.
Lalu Sema Nguda untuk bayi yang meninggal dan Sema Bantas untuk orang yang meninggal secara tidak wajar seperti kecelakaan.
Jika wisatwan ingin mengunjunginya maka bisa menjangkaunya dengan perahu.
Perahu bisa disewa dengan harga antara Rp 350.000 sampai Rp 500.000 dan bisa memuat hingga 7 orang.