TRIBUNTRAVEL.COM - Jika traveler sedang berlibur ke wilayah Nusa Penida, pastikan untuk singgah ke Pantai Atuh.
Pantai ini memiliki lanskap yang indah, sehingga sayang untuk dilewatkan.
Bahkan, keindahan Pantai Atuh sering dibandingkan dengan Raja Ampat, sebab memiliki pemandangan gugusan pulau karang yang indah.
Tak salah jika orang menyebut Pantai Atuh sebagai Raja Ampatnya Nusa Penida.
Pantai ini berlokasi di Banjar Pelilit, Desa Pejukutan, Nusa Penida.
Tempat ini bisa ditempuh sekitar dua jam perjalanan dari Pelabuhan Sampalan.
Ada dua rute yang bisa digunakan untuk sampai ke Pantai Atuh, yaitu melewati Dusun Karang atau Dusun Pelilit.
Jika traveler ingin menikmati keindahan gugusan karang, disarankan untuk lewat jalur Pelilit.
Letaknya di antara dua tebing membuatmu harus menyiapkan tenaga ekstra untuk sampai ke pantai ini.
Sepeda motor atau kendaraan lain harus diparkir beberapa ratus meter sebelum mencapai pantai.
Selebihnya, traveler harus berjalan kaki.

Namun perjalanan tidak akan terasa membosankan sebab traveler akan disuguhkan pemandangan perbukitan di sebelah timur dan pemandangan laut lepas di sebelah baratnya.
Dalam perjalanan itu pula kita dapat melihat gugusan pulau karang.
Pulau Karang
Ada empat pulau karang yang terlihat, di antaranya Pulau Batu Melawang/Pepadasan, Pulau Batu Abah, Pulau Batu Paon, dan Pulau Bukit Jineng.
Keindahan pemandangan inilah yang paling menjadi incaran para wisatawan yang berkunjung ke Pantai Atuh.
Begitu sampai di bibir pantai, traveler bisa bersantai di atas pasir putih.
Traveler dapat melihat pulau-pulau karang di seberang laut, serta tebing karang yang mengapit pantai.

Air di pantai ini masih tergolong jernih.
Jika air sedang surut, kita juga dapat menikmati keindahan biota bawah laut.
Tetapi jangan kalap untuk mengambil hewan ataupun terumbu karang di sana ya.
Bagaimana pun, kita harus tetap menjaga kelestarian alam.
Dari bibir pantai itu pula kita dapat melihat lebih jelas keunikan Pulau Melawang.
Pulau tersebut merupakan pulau karang terbesar di sana.

Masyarakat setempat juga sering menyebut pulau ini sebagai “batu bolong” karena di pulau tersebut memang terdapat semacam terowongan karang.
Menurut kepercayaan masyarakat, setiap perahu nelayan yang ingin berlayar dari Pantai Atuh menuju laut lepas harus melewati lubang tersebut.
Belum diketahui alasan munculnya mitos tersebut.
Namun, bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Pantai Atuh, mitos tersebut memiliki nilai magis tersendiri sehingga masyarakat tidak berani melanggar mitos tersebut.
Mitos Mata Air
Tak jauh dari bibir pantai, terdapat sebuah pura yang bernama Pura Atuh.
Menurut warga sekitar, pura tersebut diampu oleh empat desa pekraman serta dua banjar adat.
Pura ini sering didatangi masyarakat di sekitar Desa Pejukutan dan Tanglad, terutama saat rerahinan.

Di bagian barat pura terdapat dua buah mata air yang sampai saat ini masih sering digunakan masyarakat.
Sebuah mata air tersebut dianggap keramat, karena hanya digunakan untuk kepentingan upacara adat.
Sementara mata air yang lain dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk berbagai kepentingan hidup.
Menurut Kepala Dusun Pelilit, I Wayan Satu Nusantara, terdapat cerita menarik di balik timbulnya dua mata air tersebut.
Konon, dahulu pada musim kemarau, seorang warga melihat burung perkutut sedang minum air di bawah pohon kelapa.
Kemudian, malam harinya warga tersebut mendapat pawisik (wahyu) untuk mendirikan mata air di tempat minum burung perkutut tersebut.
Setelah ditelusuri, ternyata di bawah pohon tersebut terdapat sumber mata air.
Meskipun keberadaan kedua mata air tersebut berdekatan dengan pantai, namun pada kenyataannya air tersebut terasa tawar.
Keunikan lainnya, sumber mata air tersebut tidak pernah mengalami kekeringan walau musim kemarau.
Warga sekitar pun menamakan pantai tersebut dengan nama Pantai Atuh.
Arti kata Atuh diambil dari kata “A” yang artinya ‘tidak’ dan “Tuh” yang artinya ‘kering’, jadi dapat diasumsikan kata “Atuh” artinya ‘tidak pernah kering’. (gan)