TRIBUNTRAVEL.COM - Banyuwangi dikenal dengan kulinernya, Sego Tempong, yang terkenal dengan sensasi pedasnya.
Tempong, dalam bahasa Banyuwangi berarti tampar.
Nama ini diberikan karena ketika makan sego tempong, siapapun bakal merasa seperti ditampar oleh pedasnya cabai.
Karena itu pula, meski harga cabai mahal, namun sego tempong harus tetap pedas.
Yang menjadikan Sego Tempong berbeda dengan nasi sambal daerah lainnya, adalah penggunaan ranti, sayuran sejenis tomat.
Meski begitu, penggunaan ranti tidak mengurangi rasa pedas cabai.
Tentu saja ini berbeda dengan menggunakan tomat yang banyak mengandung air.
Sambal Sego Tempong merupakan paduan ranti, terasi, cabai rawit, dan jeruk sambal.
Sambalnya selalu segar karena dibuat langsung begitu kita memesan makanan.
Umumnya, sego tempong disajikan hangat dengan paket lauk gorengan yang serba gurih seperti tempe, tahu, dadar jagung, dan ikan asin.
Lauk pilihan seperti telur dadar, cumi asin, ayam goreng, ikan laut, hingga rempeyek alias iwak peyek juga disajikan untuk tambahan.
Selain itu, juga disajikan aneka sayur rebus seperti labu siam, genjer, bayam, terong, dan kemangi.
Di Banyuwangi, salah satu tempat kuliner Sego Tempong yang banyak menjadi jujukan adalah Warung sego tempong Mbok Nah, di Jalan Kolonel Sugiyono, Kertosari, Kecamatan Banyuwangi.
Mbok Nah masih mempertahankan porsi cabai pada sego tempong yang dijualnya, meskipun harga cabai kini mahal.
"Saya tidak mau ambil resiko dengan mengurangi porsi cabainya. Karena kalau dikurangi, rasa pedasnya akan berkurang," kata Rahnah nama asli Mbok Nah, pemilik Sego Tempong Mbok Nah.
Mbok Nah mengatakan porsi cabai tetap seperti biasa, untuk mempertahankan pelanggan.
Wanita berusia 55 tahun tersebut mengatakan, tiap hari membutuhkan 20 kilogram cabai, dan satu setengah kuintal beras.
Mbok Nah mengatakan, meski dalam satu bulan terakhir ini harga cabai mahal, dia enggan untuk menaikkan harga makannya.
Saat ini di Banyuwangi, menurut Mbok Nah, harga satu kilogram cabai sekitar Rp 115.000.
"Harganya tetap, saya tidak mau menaikkan harga," kata Mbok Nah.
Untuk harga satu porsi sego tempong, dengan lauk biasa (tahu, tempe, ikan asin, dadar jagung) masih dijual Rp 6.000.
Apabila tambah lauk, seperti telur, ayam goreng, ikan laut, jeroan, dan lainnya harganya menyesuaikan.
Harga satu porsi sego tempong di Mbok Nah, masih Rp 6.000 hingga 15.000.
Namun Mbok Nah mengatakan, dengan mahalnya harga cabai membuat labanya berkurang.
Tiap hari, warung Mbok Nah bisa menghasilkan rata-rata Rp 6 juta.
Itu bertambah apabila ada event seperti Banyuwangi Festival, omzetnya bisa mencapai Rp 8 juta.
Ketika harga cabai normal, Mbok Nah sudah mendapat untung.
Tapi dengan kondisi harga cabai seperti ini, labanya berkurang jauh.
Bahkan menurutnya, omzet itu hanya cukup untuk menutupi biaya produksi.
"Kalau sekarang, kadang tidak dapat untung. Hanya cukup biaya produksi. Kalaupun untung cuma sedikit," kata Mbok Nah.
Mbok Nah telah memiliki banyak langganan.
Tri Hendro, langganan Mbok Nah mengatakan, rasa pedasnya masih sama seperti dulu meskipun harga cabai mahal.
"Pedasnya masih sama. Saya sebenarnya penasaran apakah harganya naik setelah harga cabai mahal, ternyata tidak. Porsi sambalnya juga masih sama banyak," kata Hendro.
Tak lengkap kalau ke Banyuwangi tanpa mencicipi nasi tempong.
Kuliner khas kabupaten di ujung Timur Jawa ini membawa indera pengecap kita menjelajahi rasa ala banyuwangian: manis, asam, dan asin, sekaligus pedas yang menampar. (Surya/Haorrahman)