Laporan Wartawan TribunTravel.com, Rizky Tyas
TRIBUNTRAVEL.COM - Selama ini kita tahu, kebudayaan tradisional India memiliki hierarki sosial yang relatif ketat.
Sejak usia dini, anak-anak diajari tentang peran, dan kedudukan mereka dalam masyarakat.
Tradisi ini diperkuat dengan kepercayaan kepada dewa-dewa dan roh yang dianggap berperan penting, tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Di gurun Thar, Rajasthan, dan bagian utara India ditemukan sebuah sekte Hindu yang disebut Bishnoi, atau yang terkenal sebagai "pencinta lingkungan pertama di India".
Nama Bishnoi berasal dari bish yang berarti dua puluh dan noi berarti sembilan.
Sekte ini memiliki akar yang berasal dari 29 prinsip yang diajurkan oleh nabi mereka, Guru Jhambheshwar (yang lahir pada tahun 1451).
Dirangkum TribunTravel.com dari laman Unbelieveable Fact, Guru Jhambheshwar memiliki jajaran yang lebih tinggi dari masyarakat dengan menjadi Khastriya, tertinggi kedua di sistem kasta.
Namun, ia membuat sebuah langkah belum pernah terjadi sebelumnya untuk menghapuskan sistem kasta sama sekali. Dampak dari langkah terpuji ini terus sejak itu.
Guru Jhambheshwar menganjurkan pengikutnya melindungi pohon dan satwa liar.
Dia menegaskan, merusak lingkungan berarti merugikan diri sendiri.
29 prinsip-Nya meliputi larangan membunuh hewan dan penebangan pohon-pohon hijau yang memberikan perlindungan untuk semua umat manusia.
Tak cuma itu, masyarakat juga diarahkan supaya berhati-hati dengan kayu bakar yang mereka gunakan, yang harus bebas dari serangga kecil.
Dari 29 prinsip, sepuluh di antaranya berkaitan dengan kebersihan pribadi dan dasar-dasar menjaga kesehatan.
Tujuh yang lain adalah tentang perilaku sosial yang sehat dan lima prinsip tentang menyembah Allah.
Para Bishnois diarahkan untuk memiliki rasa sayang bagi semua makhluk hidup dan mencintai mereka.
Hewan, misalnya kambing dan domba disediakan tempat penampungan umum untuk menghindarkan mereka agar tidak disembelih atau diserang oleh binatang liar.
Mengenakan pakaian biru sangat dilarang karena zat warna yang dipakai untuk mewarnai pakaian mereka diperoleh dengan memotong semak-semak.
Akibatnya, semua wanita memakai pakaian sangat cerah, sari didominasi kain warna merah bermotif dan menghias diri dengan cincin di hidung.
Pria mengenakan pakaian dengan warna dasar putih yang mewakili kesederhanaan dan kerendahan hati.