TRIBUNTRAVEL.COM - Bagi mereka yang tinggal di Jakarta, tentu tak asing dengan nama Museum Fatahillah.
Museum yang berada di kawasan Kota Tua ini memang jadi satu ikon Kota Jakarta.
Namun siapa sangka, tempat yang juga disebut Jakarta'>Museum Sejarah Jakarta ini punya kisah sejarah yang tak banyak diketahui banyak orang.
Dilansir dari Kompas.com, begini kisahnya.
Museum Sejarah Jakarta yang dibangun pada tahun 1710 ini merupakan Balai Kota Batavia atau Jakarta masa itu.
Pada zaman penjajahan Belanda, museum ini jadi pusat aktivitas rakyat pada abad ke-17-19.
Saban sore, masyarakat berkumpul dan mengambil air bersih dari satu-satunya mata air di halaman depan balai kota.
Rupanya, ada fungsi lain dari balai kota, yaitu tempat pelaksanaan hukuman mati dan pembantaian massal pemerintahan Belanda.
Pada tahun 1740, Gubernur Batavia kala itu, Adriaan Valckenier memerintahkan untuk membantai orang Tionghoa di depan balai kota.
"Ribuan orang diikat, duduk bersimpuh di depan balai kota. Dari jendela balai kota, gubernur memberi kode untuk melakukan eksekusi," ujar Adjie, pemandu Jakarta Food Adventure.
Geger Pacinan, begitu orang menyebut tragedi tersebut.
Menurut Adjie, hal ini disebabkan isu ekonomi dan politik yang berkembang di Batavia saat itu.
"Kejadian itu mencoreng pemerintahan Belanda di Hindia Belanda dan si gubernur ketika pulang ke Belanda, diadili dan mati di penjara," kata dia.
Selain pembantaian tersebut, Jakarta'>Museum Sejarah Jakarta juga menjadi saksi bisu dari penderitaan tawanan di penjara bawah tanah untuk wanita dan laki-laki.
Ketika air laut pasang, penjara akan terisi air laut, merendam tubuh para tawanan, dan membuat kondisi tawanan sungguh menyedihkan.
Pejuang Indonesia yang sempat ditahan di penjara tersebut di antaranya ada Pangeran Diponegoro dan Cut Nyak Dien.
Ada pula kisah Pieter Erberveld, pemberontak yang dihukum mati di halaman selatan Benteng Batavia dengan cara yang kejam.
Kedua tangan dan kaki Erberveld serta rekan-rekannya, diikat pada tali tambang.
Keempat ujung tali tambang kemudian diikatkan pada kuda-kuda pilihan yang sangat kuat.
Kemudian, kuda-kuda tersebut dilecut hingga berlari ke arah-arah yang berlawanan.
Badan Elberverd dan rekan-rekannya pun terkoyak.
Peristiwa tersebut tercatat di monumen pecah kulit yang berada di halaman belakang Jakarta'>Museum Sejarah Jakarta.
Ya, siapa sangka di balik aksi wisatawan bersenang-senang di halaman depan gedungnya, ternyata museum ini jadi saksi bisu banyak tragedi.