Laporan Wartawan Tribun Bali, Cisilia Agustina S
TRIBUNTRAVEL, BALI -- Berjalan-jalan ke kawasan heritage Kota Denpasar, Bali di Jalan Gajah Mada belum lengkap jika tidak berkunjung ke pasar tradisional setempat.
Di kawasan Gajah Mada ini terdapat pasar terbesar di kota Denpasar, yakni Pasar Badung.
Baca : Video Jalan Gajah Mada - Jalan-jalan Menikmati Sudut Tua Kota Denpasar
Letak Pasar Badung bersebelahan dengan Pasar Kumbasari, terpisah Tukad (sungai) Badung.

Tribun Bali/Cisilia Agustina S
Jembatan yang menghubungkan Pasar Badung dan Pasar Kumbasari, Denpasar, Bali
Dua pasar ini terhubung melalui jembatan kecil yang dibangun sekitar tahun 2007 dan menjadi pasar sentral di area Denpasar.
Beragam barang dijual di dua pasar ini.
Bahan-bahan pangan untuk kebutuhan sehari-hari, busana, peralatan rumah tangga hingga sembahyang umat Hindu bisa ditemukan di Pasar Badung.
Baca : Menikmati Kopi Bali Kedai Legendaris di Denpasar, Arabica Dibandrol Rp 110 Ribu/Kg
Jangan lupa juga mencicipi beragam kuliner tradisional yang dijajakan di Pasar Badung.

Tribun Bali/Cisilia Agustina S
Pedagang penganan di Pasar Badung Denpasar Bali
Terdapat penjual bubur campur, serombotan, rujak sate, dan beragam jajanan lainnya di pasar ini.
Yang juga menarik, Pasar Badung beroperasi 24 jam sehingga kerap mendapat julukan pasar yang tidak pernah tidur.
Kondisinya berbeda dengan Pasar Kumbasari, para pedagang di sini biasanya berjualan mulai pukul 09.00 – 17.00 Wita.

Tribun Bali/Cisilia Agustina S
Pasar Seni Kumbasari, Denpasar, Bali
Pasar Kumbasari lebih mengarah ke pasar seni yang menawarkan oleh-oleh khas Bali.
Setiap hari Pasar Seni Kumbasari selalu tampak ramai.
Tidak hanya masyarakat lokal Denpasar yang berbelanja di pasar yang berdiri di atas lahan seluas 800 meter persegi dan terletak di Jalan Gajah Mada, Denpasar, Bali ini.
Wisatawan domestik dan mancanegara pun mencari oleh-oleh di pasar yang bergaya arsitektur Bali dan terdiri empat lantai ini.
Pasar Kumbasari yang bangunannya terdiri atas 4 lantai menawarkan beragam pernak-pernik, kerajinan, dan karya seni khas Bali, termasuk lukisan, yang biasanya dicari oleh pembeli sebagai buah tangan.

Tribun Bali/Cisilia Agustina S
Pedagang di Pasar Seni Kumbasari, Denpasar, Bali
Mulai dari baju-baju, aksesoris, lukisan, patung, dan ornamen-ornamen tradisional lainnya disuguhkan setiap kios di sini.
Keunggulan Pasar Seni Kumbasari adalah menyediakan produk yang cukup lengkap dengan harga terjangkau, dan bisa tawar menawar.
“Orang kalau zaman dahulu, pasti belanja di sini. Dari pasar tradisional untuk berbagai kebutuhan sehari-hari sampai pusat oleh-oleh ada di dua pasar ini. Dari dulu pun saya dan orang tua kalau beli oleh-oleh untuk dibawa keluar Bali, beli di sini,” ujar Agung, warga asal Klungkung yang berbelanja di Pasar Badung.
Menurut Agung, Pasar Badung-Kumbasari dan pasar tradisional lainnya di Bali mulai ditinggalkan wisatawan sejak mulai bermunculannya pusat oleh-oleh berkonsep modern.
Hal tersebut tampak dari beberapa toko oleh-oleh di dua pasar ini yang tampak sepi, bahkan ada yang sudah tidak beroperasi lagi.
“Sekarang sepi, gini-gini saja. Ya, kalau lagi ada turis datang, adalah yang belanja,” ujar seorang pedagang wanita yang menjual baju dan kain khas Bali di Pasar Kumbasari.
Banyak di antara pedagang di sini sudah berjualan puluhan tahun, bahkan turun-temurun.
Seperti Nyoman Ariyaniasih, seorang pedagang dari kios Jagra Shop yang telah berjualan di Pasar Seni Kumbasari lebih dari 10 tahun lamanya.
Dengan menjual ornamen-ornamen tradisional, seperti patung-patung, topeng pajangan, gelang, kalung dan aksesoris lainnya, perempuan asal Bangli ini berjualan setiap hari dari pukul 09.00 -17.00 Wita.
Menurut Direktur PD Pasar Denpasar, Made Westra, dalam wawancara dengan Tribun Bali tahun 2015 silam, terdapat sekitar 800 pedagang yang masih aktif hingga kini berjualan di area Pasar Seni Kumbasari.
Sementara untuk kunjungan sendiri, menurutnya ada peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
“Jika di 2014 jumlah kunjungan sekitar 1.800-2.000 orang per bulan, sekarang per Juni atau Juli 2015 sudah mencapai kira-kira 3.000 kunjungan. Tapi tidak setiap bulan rata 3.000 kunjungan, ada beberapa juga yang kurang dari itu,” ujar Westra kepada Tribun Bali, Selasa (9/8/2015).
Menurutnya, fungsi dua pasar tersebut sama saja.
Bedanya adalah kehadiran pasar seni di Kumbasari, yang tidak ada di Pasar Badung, itu yang menjadi karakter dari Pasar Kumbasari.
Sementara produk yang lainnya, antara kedua pasar sama.
Keduanya beroperasi sama setiap hari, selama 24 jam.
Yang tidak 24 jam, menurut Westra adalah para pedagang.
Jika malam hari, banyak pedagang yang menjajakan jajanan, makanan tradisional dan berbagai kebutuhan dapur.
Untuk sejarah Pasar Kumbasari ini, menurut Westra, tidak ada dokumen yang menyebutkan secara pasti kapan didirikan.
“Tidak ada dokumen yang mengatakan tahun berapa mulainya. Tapi tersirat bahwa pasar ini sudah ada semenjak keberadaan Pura Desa di Bali. Jadi zaman dahulu, setiap ada Pura Desa pasti ada pasar. Namun secara legal, hari jadinya PD Pasar Denpasar ditetapkan pada 1 Agustus 1994, tapi berdirinya sudah ada sejak sebelum itu,” ujar Westra.
Meskipun menyajikan suasana tradisional, pedagang yang ramah hingga barang murah meriah, tidak menjamin Pasar Seni Kumbasari diserbu pengunjung dan wisatawan setiap harinya.
Ada saja yang datang, tetapi tidak sejaya dulu.
“Dulu ramai, kira-kira sebelum ada kebakaran, setelah itu jadi sepi. Apalagi sudah banyak toko-toko oleh-oleh modern. Perekonomian di sini semakin menurun. Ini sudah siang begini, belum ada pembeli,” ujar Nyoman, pedagang setempat, sembari menata barang dagangannya.
Pasar Seni Kumbasari pernah mengalami kebakaran sekitar tahun 2000-an.

Tribun Bali/Cisilia Agustina S
Pasar Seni Kumbasari, Denpasar, Bali
Kira-kira setelah kejadian kebakaran tersebutlah, dan banyak berdirinya toko oleh-oleh modern, terjadi perubahan signifikan di Pasar Seni Kumbasari.
Beberapa kios pun tampak tutup, tidak ada yang menyewa.
Banyak pembeli, yang didominasi oleh para wisatawan, beralih ke toko-toko modern tersebut.
Sementara dari ke hari, menurut Nyoman, pengunjung yang datang ke Pasar Seni Kumbasari semakin berkurang.
“Ada yang datang, lihat-lihat tapi tidak membeli karena sudah terlanjur belanja di toko oleh-oleh yang lain itu,” ujarnya.
Terkait hal tersebut, pendapat senada pun disampaikan oleh Westra.
Menurutnya semenjak keberadaan toko-toko modern tersebut, terjadi penurunan pembeli dan pendapatan yang diperoleh oleh para pedagang lokal di Pasar Seni Kumbasari.
“Semenjak adanya toko oleh-oleh modern tersebut, pendapatan pedagang di sini menjadi sangat-sangat berkurang. Banyak pedagang di sini yang mengeluh,” ujar Westra.
Pemkot Denpasar menjadikan Pasar Badung dan Kumbasari sebagai satu di antara destinasi Denpasar City Tour.
PD Pasar Denpasar juga berupaya untuk menarik minat wisatawan dan masyarakat.
Namun menurut Westra, memang ada hal yang hal yang harus dilakukan bersama, untuk kembali mengangkat para pedagang di pasar tradisional ini.
Pembangunan toko-toko oleh-oleh besar tersebut harus tetap diperhatikan