TRIBUNTRAVEL.COM - Danau Gunung Tujuh di Kabupaten Kerinci, Jambi, dikenal luas karena keindahan alamnya dan statusnya sebagai satu danau tertinggi di Asia Tenggara.
Di balik panorama pegunungan dan kabut pagi yang memikat, masyarakat setempat masih menyimpan beragam cerita tradisi dan legenda yang diwariskan turun-temurun.
Baca juga: Pantai Pasir Panjang: Objek Wisata Berpasir Putih di Kerinci, Kerinci Jambi yang Tawarkan Keindahan

Baca juga: Itinerary Pendakian Gunung Kerinci via Kersik Tuo, Budget Rp 900 Ribuan Termasuk Sewa Jasa Porter
Satu kisah yang paling sering disebut adalah keberadaan makhluk bertubuh kecil yang dikenal sebagai “Orang Pandak”.
Meski sulit dibuktikan secara ilmiah, narasi tentang sosok ini terus hidup dan menjadi bagian dari identitas lokal Kerinci.
Baca juga: Ekowisata Rivers Tubing and Camp Kini Hadir di Kerinci Jambi, Seru-seruan Susuri Sungai dengan Ban
Baca juga: Viral Pendaki Asal Jakarta Alami Cedera saat Naik Gunung Kerinci, Kini Berhasil Dievakuasi Tim SAR
Legenda Orang Pandak di Danau Gunung Tujuh, Kerinci, Jambi
Di sekitar Danau Gunung Tujuh, penduduk lokal kerap menuturkan tentang sosok bertubuh kecil yang mereka sebut Orang Pandak atau Uhang Pandak.
Cerita-cerita itu menyajikan campuran pengalaman pribadi penduduk, kisah lama, dan catatan penjelajah sehingga legenda ini tak sekadar dongeng tetapi juga bagian dari ingatan kolektif masyarakat Kerinci.
Karakteristik dan kebiasaan Orang Pandak yang diceritakan penduduk sering kali menjadi topik perdebatan antara kepercayaan lokal dan upaya kajian ilmiah.
Ciri-ciri Orang Pandak: Kaki Terbalik dan Tinggi Sekitar 50 Cm
Menurut keterangan lisan yang beredar, Orang Pandak digambarkan memiliki tubuh kecil—sekitar 50 sentimeter—dengan ciri paling mencolok: telapak kaki yang ‘terbalik’, alias jari-jari menghadap belakang sementara tumit di bagian depan.
Wajahnya kadang disamakan dengan perpaduan antara manusia dan orangutan, sehingga wujudnya tampil sebagai makhluk yang berada di batas antara fauna dan manusia.
Keunikan anatomis ini sering disebut-sebut sebagai alasan mengapa keberadaannya sulit diidentifikasi oleh observasi sederhana.
Baca juga: 5 Tempat Wisata di Kerinci untuk Liburan, Ada Danau hingga Kebun Teh Terindah di Indonesia
Pengakuan Pendaki dan Bukti Lapangan di Kawasan Gunung Tujuh
Beberapa pendaki dan pengunjung kawasan Gunung Tujuh mengklaim pernah melihat sosok kecil yang mengambil bekal di sekitar tenda.
Kesaksian semacam ini cenderung memiliki pola yang sama: penampakan singkat, perilaku cepat, dan segera menghilang ke vegetasi.
Karena sifat penampakan yang sporadis dan cepat, bukti fisik seperti foto atau jejak yang dapat diverifikasi nyaris belum pernah muncul secara meyakinkan.
Hal ini membuat klaim-klaim tersebut tetap berada pada ranah pengalaman subyektif dan tradisi lisan.
Penelitian dan Upaya Ilmiah: Debbie Martyr dan Penyelidikan Lapangan
Kisah Orang Pandak menarik perhatian sejumlah peneliti.
Pada awal 1990-an, tim peneliti asing melakukan expedisi ke Taman Nasional Kerinci Seblat untuk mengumpulkan data.
Satu peneliti yang kerap dikutip adalah Debbie Martyr, yang melakukan pengamatan lapangan antara 1994–1998 dan melaporkan beberapa kali melihat sosok yang diduga Orang Pandak di berbagai lokasi.
Martyr menyatakan bahwa wujud makhluk tersebut mirip orangutan, namun cenderung hidup di darat.
“Bentuknya seperti orang utan. Bedanya hanya orang pandak lebih banyak di darat, sementara orang hutan lebih banyak hidup di atas pohon,” ujar Martyr dalam wawancara yang pernah dikutip media.
Selain pengamatan independen, pada 1995 setidaknya ada perhatian dari organisasi konservasi internasional yang mendanai penelitian untuk menelusuri klaim-klaim tersebut.
Namun hingga kini, temuan lapangan belum menghasilkan bukti tak terbantahkan yang memenuhi kaidah ilmiah untuk mengonfirmasi keberadaan spesies baru.
Fenomena Budaya dan Daya Tarik Wisata Danau Gunung Tujuh
Terlepas dari kontroversi ilmiah, legenda Orang Pandak memberi warna tersendiri pada pengalaman berwisata di Danau Gunung Tujuh.
Bagi wisatawan, unsur misteri itu menambah rasa ingin tahu dan membuat kawasan tidak sekadar menawarkan pemandangan alam, tetapi juga kisah lokal yang kaya.
Di kalangan penduduk Kerinci, cerita-cerita tentang makhluk gaib, tokoh mitos, dan fenomena alam yang sulit dijelaskan menjadi bagian dari tradisi lisan yang memperkuat ikatan sosial dan identitas kultural.
(Ambar/TribunTravel) (TribunJambi)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.