TRIBUNTRAVEL.COM - Klaten, sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Yogyakarta dan Solo, menyimpan kekayaan alam luar biasa berupa umbul atau mata air alami yang kini menjadi destinasi wisata favorit di Jawa Tengah.
Dari Umbul Ponggok yang terkenal dengan spot snorkeling bawah air, hingga Umbul Sigedang dan Umbul Manten yang menawarkan kejernihan dan ketenangan alami, Klaten menjelma menjadi pusat wisata air tawar yang tidak hanya unik, tetapi juga sangat Instagramable.
Baca juga: Harga Tiket Masuk Umbul Besuki Terbaru April 2025, Wisata Air di Klaten yang Instagramable
Baca juga: Dijuluki Kota 1.000 Umbul, Kenapa Begitu Banyak Mata Air Ditemukan di Klaten?
Tidak banyak daerah di Indonesia yang memiliki konsentrasi umbul sebanyak Klaten.
Lebih dari 15 umbul aktif tersebar di berbagai kecamatan, menawarkan pengalaman berbeda bagi para wisatawan: ada yang cocok untuk berenang, menyelam, fotografi, hingga sekadar bersantai menikmati alam.
Bahkan beberapa umbul kini sudah dikelola profesional sebagai ekowisata, lengkap dengan fasilitas umum, kafe, dan area rekreasi keluarga.
Namun, di balik popularitasnya sebagai objek wisata, banyak orang belum mengetahui asal-usul dari berbagai umbul di Klaten.
Apakah airnya berasal dari aliran pegunungan, atau justru muncul karena faktor geologis bawah tanah yang unik?
Baca juga: Harga Tiket Masuk Umbul Pelem Waterpark Terbaru April 2025, Wisata Hits di Klaten dengan Air Alami
Baca juga: Jelajahi Sederet Wisata Umbul, Cek Itinerary Klaten 3 Hari 2 Malam Bujet Rp 1,7 Jutaan untuk 2 Orang
Bagaimana sejarah masyarakat setempat menjaga dan memanfaatkan umbul sejak zaman dahulu?
Dalam artikel ini, kami akan mengajak Anda menyelami lebih dalam tentang asal-usul munculnya banyaknya air dari umbul-umbul di Klaten.
Asal-Usul Umbul di Klaten
Desa Ponggok di Kecamatan Polanharjo adalah contoh sukses pemanfaatan umbul sebagai sumber wisata dan ekonomi.
Di sini terdapat Umbul Ponggok, Besuki, Kapilaler, Sigedang, dan lainnya yang dikelola profesional.
Selain wisata, air juga dimanfaatkan untuk budidaya ikan air tawar di lahan seluas 5 hektar.
Produksi hariannya mencapai 0,57 ton.
Hasilnya? Kantor desa megah, ekonomi warga meningkat, dan desa pun makmur.
Hal serupa terjadi di Desa Wunut, Kecamatan Tulung.
Dari pengelolaan Umbul Pelem, pemerintah desa bahkan mampu memberikan THR Rp 200.000 per warga, menunjukkan bahwa umbul bukan hanya potensi wisata, tetapi juga mesin penggerak ekonomi lokal.
Dari Lereng Merapi ke Klaten: Jalur Air Bawah Tanah
Mengutip dari Kompas.com, menurut Profesor Heru Hendrayana, ahli hidrogeologi UGM, air umbul di Klaten berasal dari daerah resapan (recharge area) di lereng timur Gunung Merapi, tepatnya di kawasan Emperan Merapi Montong (Emmon), Desa Cluntang, Kecamatan Musuk, Boyolali.
“Ini adalah daerah imbuhan air tanah. Di sinilah konservasi sumber daya air harus dilakukan,” jelasnya, dikutip dari Kompas.com.
Air dari wilayah ini meresap melalui batuan vulkanik Merapi yang porus, lalu mengalir ke bawah tanah dan muncul kembali sebagai mata air di Klaten.
Air tersebut muncul pada tiga lapisan ketinggian:
- 600 mdpl: mata air temporer
- 400 mdpl: spring belt 1 (debit sedang)
- 200 mdpl: spring belt 2, tempat munculnya umbul besar permanen di Klaten
Tak heran jika Klaten juga dipilih sebagai lokasi pabrik air minum kemasan, seperti Aqua di Delanggu, karena ketersediaan air tanah yang stabil dan bersih.
Baca juga: Itinerary Klaten 3 Hari 2 Malam dengan Bujet Rp 860 Ribuan, Jelajahi Wisata Umbul yang Hits
Umbul: Warisan Alam yang Harus Dijaga
Dengan potensi besar ini, menjaga daerah resapan Merapi sangat penting untuk memastikan umbul-umbul Klaten tetap hidup.
“Menentukan area konservasi harus berbasis riset agar tidak salah sasaran,” tegas Prof. Heru.
Umbul bukan hanya tempat wisata.
Ia adalah sumber kehidupan, ekonomi, dan budaya yang telah menghidupi Klaten selama puluhan tahun.
(Cynthia/TribunTravel)