TRIBUNTRAVEL.COM - Desa Adat Ende merupakan salah satu tujuan liburan populer di Lombok Tengah.
Destinasi ini terkenal akan kelestarian budayanya yang masih terjaga.
Bahkan budaya di Desa Adat Ende masih sangat kental meski memasuki era modern.
Desa Adat Ende berlokasi di Desa Sengkol, Pujut, Lombok Tengah, NTB.
Baca juga: Eksis Sejak Tahun 90-an, Begini Penampakan Wisata Alam Kokok Gumbang di Lombok Timur, NTB
Mata pencaharian penduduk setempat mayoritas sebagai petani, peternak dan perajin kesenian.
Penduduknya juga 100 persen beragama Islam.
Warga Desa Adat Ende memiliki rumah dengan ciri khas tersendiri yang cukup unik.
Bagaimana tidak, mereka menggunakan kotoran sapi sebagai lantai dan bahan untuk mengepel atau membersihkan rumah.
Ketua Pokdarwis Desa Adat Ende Tantowi Surahman mengungkapkan, penduduk Desa Adat Ende ini terkenal sangat pandai dalam menenun atau dalam bahasa Suku Sasak dikenal dengan nama nyensek.
Baca juga: Panduan Rute Menuju Pulau Nanas di Bolaang Mongondow Utara, Sulut, Lengkap Tarif Transportasinya
Nyensek ini juga merupakan prasyarat bagi gadis Suku Sasak Lombok agar ia bisa menikah.
Aktivitas menenun ini dapat ditemukan di depan teras rumah penduduk.
Desa Adat Ende ini sangat kaya dengan budaya mulai dari alat musik tradisional hingga kesenian tradisional.
Salah satunya adalah alat musik Genggong yang terbuat dari pelepah daun enau dan dimainkan dengan cara ditiup.
Alat musik genggong ini harus dimainkan secara berpasang-pasangan yang terdiri dari suara tinggi (Genggong lanang) dan suara rendah (genggong wadon).
"Teknik memainkannya di sini bukan hanya sekedar ditiup namun ada unsur lain yang dilakukan melalui tarik ulur tali senar dan berpadu dengan perasaan," jelas Tantowi Surahman saat diwawancara TribunLombok.com.
Baca juga: Daya Tarik Pantai Batu Pinagut di Bolaang Mongondow Utara, Sulut, Termasuk Mitos yang Populer
Desa Adat Ende merawat tradisi kesenian tradisional Peresean.
Peresean dimainkan dua orang pemuda saling beradu ketangkasan dengan senjata tongkat rotan dan perisai.
Rotan inilah yang digunakan untuk menyerang lawan main sedangkan perisai digunakan untuk menghindari serangan lawan.
"Aturan main dari Peresean ini sebenarnya juga cukup sederhana dimana petarung yang berhasil melukai lawannya terutama jika bocor maka kalah atau dianggap KO," terang Tantowi Surahman.
Setiap petarung atau dalam masyarakat Suku Sasak Lombok menyebutnya sebagai pepadu itu tidak boleh menyerang bagian perut ke bawah.
Setiap pertandingan terdiri atas tiga ronde dan terdapat seorang wasit yang bertugas mengatur jalannya permainan.
Kesenian Peresean inilah yang kemudian ditampilkan pengelola saat pengunjung datang melihat desa wisata ini.
Baca juga: Liburan ke Gunung Tumpa di Manado, Sulawesi Utara, Tempat Terbaik untuk Menikmati Senja
Rute dan Cara Menuju Desa Adat Ende
Jarak Desa Adat Ende dari Bandara Internasional Lombok (BIL) adalah sekitar 9,1 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 20 menit.
Dari BIL pengunjung dapat mengambil jalan raya Tanak Awu atau jalur BY Pass BIL Mandalika.
Usai menyusuri jalan ini pengunjung dapat mengambil jalan Kuta Lombok.
Pengunjung yang datang dapat menggunakan jasa transportasi yang dapat pengunjung temukan dipintu keluar bandara.
Desa Adat Ende saat diresmikan pada tahun 1999 tidak menjual tiket untuk masuk.
Masyarakat biasanya mendapatkan pendapatan dari menjual kerajinan yang dijual disepanjang emperan rumah penduduk.
Baca juga: Monumen Mac Arthur di Sentani, Jayapura, Papua, Jadi Saksi Bisu Perang Dunia II
Mulai dari kain tenun, gelang khas Lombok, sarung Lombok, Kaos Lombok dan lain-lain.
Oleh karenanya, meskipun gratis pengunjung sangat disarankan untuk membeli suvenir agar masyarakat Desa Adat Ende bisa melangsungkan kehidupannya.
"Pengunjung hanya dipersilahkan berdonasi sesuai dengan keinginan masing-masing," tutup Tantowi Surahman.
(TribunLombok.com/Sinto)(TribunTravel.com/mym)
Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Wisata Budaya di Desa Adat Ende Lombok: Belajar Alat Musik Tradisional Genggong hingga Peresean
Baca tanpa iklan