Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Viral Fenomena Dua Matahari di Mentawai Sumatera Barat, Benarkah Pertanda Bahaya?

Editor: Sinta Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi matahari. Viral di media sosial, fenomena dua matahari di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

TRIBUNTRAVEL.COM - Viral di media sosial, fenomena dua matahari di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

Penampakan dua matahari tersebut seketika viral di media sosial usai diunggah akun Instagram @ombak_ebay_mentawai pada Kamis (22/2/2024).

Viral di media sosial, fenomena dua matahari di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. (Instagram/ombak_ebay_mentawai)

Fenomena unik langsung viral hingga banyak dikaitkan dengan pertanda bencana.

Dalam video yang beredar, terekam matahari bersinar cukup terang.

Baca juga: Bukit Sakura dan 3 Tempat Wisata Hits di Kabupaten Agam Sumatera Barat

Uniknya matahari yang muncul tak hanya satu melainkan dua.

Para warga yang melihat kejadian tersebut langsung heboh.

LIHAT JUGA:

"Matahari ada dua tanda-tanda," tulis pengunggah video.

Namun kejadian ini ternyata bukanlah pertanda hal buruk, melainkan fenomena yang memiliki penjelasan ilmiah.

Kemunculan dua matahari tersebut merupakan fenomena alam sundog.

Baca juga: 6 Tempat Wisata di Kepulauan Mentawai, Ada Destinasi yang Dihuni Suku Tertua di Indonesia

Peneliti di Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang mengatakan, fenomena sundog lazim dijumpai di negara atau daerah beriklim dingin.

Wilayah tersebut misalnya negara di lingkar kutub, baik Artik maupun Antartika, seperti Rusia, Norwegia, dan Swedia.

Matahari. (Flickr/Hisakazu Watanabe)

"Itu fenomena sundog atau yang secara lazim disebut parhelion, itu hanya terjadi di wilayah yang beriklim dingin," kata Andi kepada Kompas.com, Minggu (16/4/2023).

Menurutnya, fenomena sundog hanya berada di daerah beriklim dingin karena partikel penghias penyebab fenomena ini adalah partikel es dengan sudut ketinggian Matahari seiktar 22 derajat.

Karena partikel pembias ini berada di suhu lebih dingin, maka akan terbentuk seperti tiga Matahari.

Ia menjelaskan, ini berbeda dengan fenomena halo Matahari atau halo Bulan yang banyak dijumpai di belahan dunia lain.

"Karena letak partikel es ini bukan berada di awan cirrus di lapisan stratosfer, sebagaimana halo Matahari atau halo Bulan," jelas dia.

Namun, partikel es tersebut berada di lapisan troposfer atau lapisan paling rendah atmosfer.

Dengan begitu, busur yang terbentuk lebih besar ukurannya dibandingkan halo Matahari.

Baca juga: Katupek Pitalah Purus dan 5 Tempat Sarapan Enak di Padang Sumatera Barat

Dikutip dari Space, nama "sundog" diyakini berasal dari mitologi Tunan.

Nama tersebut mungkin mencerminkan kepercayaan bahwa Zeus, ayah dari semua dewa dan dewa langit dalam mitologi Yunani, membawa anjing-anjingnya melewati langit.

Mereka sering muncul sebagai sahabat Matahari, sehingga tampak muncul ada dua Matahari palsu di sampingnya.

Fenomena dua matahari di Indonesia. (TikTok)

Karena sundog lebih umum terjadi saat Matahari dekat dengan cakrawala, waktu terbaik untuk mencari ilusi ini adalah di pagi atau sore hari saat Matahari terbit atau terbenam.

Fakta bahwa es adalah kunci penciptaan sundog, berarti lebih mungkin melihatnya selama musim dingin, terutama semakin jauh ke utara.

Itu berarti pagi musim dingin pada bulan Desember di belahan Bumi utara memberikan waktu yang ideal untuk berburu sundog.

Baca juga: Nagari Saribu Rumah Gadang dan 4 Tempat Wisata yang Lagi Hits di Solok Sumatera Barat

Tornado di Bandung jadi sorotan

Sebelumnya, peristiwa angin tornado di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menjadi sorotan.

Adapun video detik-detik angin tornado melanda wilayah Rancaekek tersebut beredar luas hingga viral di media sosial.

Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin menyebut, angin kencang yang terjadi di Rancaekek bisa jadi sebagai tornado pertama di Indonesia.

Erma mengatakan, pihak BRIN berupaya merekonstruksi dan menginvestigasi angin tornado yang melanda wilayah tersebut pada Rabu sore (21/2/2024).

"Kronologi foto-foto dan video dari masyarakat dan media sangat membantu periset dalam mendokumentasikan extreme event yang tercatat sebagai tornado pertama ini," kata Erma melalui akun X miliknya, Rabu, dikutip dari kompas.tv.

Ia mengungkapkan BRIN melalui Kajian Awal Musim Jangka Madya Wilayah Indonesia (KAMAJAYA) sudah memprediksi peristiwa cuaca ekstrem yang terjadi di Indonesia pada 21 Februari 2024.

Baca juga: Viral Ibu-ibu di Klaten Goreng Telur di Bawah Panas Matahari, Matang dan Bisa Dimakan

Lebih lanjut, Erma menjelaskan, tornado memiliki skala kekuatan angin yang lebih tinggi dan radius lebih luas.

Angin tornado minimal kecepatannya mencapai 70 kilometer per jam.

Sementara itu dalam kajian BRIN, angin puting beliung terkuat yang pernah tercatat memiliki kecepatan 56 kilometer per jam.

Menurut Erma, kasus puting beliung yang biasa terjadi di Indonesia hanya berlangsung sekitar 5 sampai 10 menit itu pun sudah sangat lama.

"Hanya ada satu kasus yg tidak biasa ketika puting beliung terjadi dalam durasi 20 menit di Cimenyan pada 2021," paparnya.

Artikel ini telah tayang di Tribuntrends.com dengan judul Heboh Fenomena Dua Matahari di Mentawai Sumbar, Bukan Pertanda Bencana, Ada Penjelasan Ilmiahnya.